Sampai Agustus, Okupansi Penumpang Kereta Api Tak Pernah Lebih dari 47 Persen

17 September 2020 17:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penumpang menggunakan face shield dan masker saat menaiki Kereta Api Turangga tujuan Surabaya Gubeng di Stasiun Gambir, Jakarta, Kamis (20/8). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Penumpang menggunakan face shield dan masker saat menaiki Kereta Api Turangga tujuan Surabaya Gubeng di Stasiun Gambir, Jakarta, Kamis (20/8). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Moda transportasi sempat dihentikan total saat awal masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penularan virus corona. Saat ini, kereta api sudah mulai beroperasi lagi meski di DKI Jakarta kembali ada PSBB.
ADVERTISEMENT
Dirjen Perkeretaapian Kemenhub, Zulfikri mengatakan beroperasinya kereta api tidak langsung membuat penumpang normal seperti sebelum ada pandemi. Ia mengungkapkan okupansi masih rendah.
“Mulai bulan kalau grafik masa PSBB Maret sampai ke September ini terdampak signifikan baik kereta kota maupun kereta antar kota. Kondisi ini yang membuat kita perlu mereview kembali pengoperasian kereta api,” kata Zulfikri saat webinar Kemenhub di Hari Perhubungan Nasional, Kamis (17/9).
Sejak tahun 2015 sampai 2019, penumpang kereta api selalu melonjak. Tahun 2015 ada 327.841.968 penumpang. Jumlah itu terus meningkat tiap tahunnya sampai di 2019 sebanyak 453.486.720 penumpang.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub, Zulfikri . Foto: Resya Firmansyah/kumparan
Jumlah tersebut tentu susah diraih di tahun 2020. Sebab, data per Juni 2020 penumpang kereta api saat pandemi hanya 118.659.256. Zulfikri mengungkapkan jumlahnya di bulan Agustus sampai September juga terus menurun.
ADVERTISEMENT
Penumpang harian tertinggi di bulan Agustus sebesar 32.133 dengan kapasitas penumpang 68.677 atau okupansi hanya 47 persen untuk seluruh perjalanan kereta api.
“Sehingga okupansi tetap tidak bisa melebihi dari 47 persen. Bahkan jelang September ini semakin menurun okupansi karena jumlah perjalanan semakin banyak ditingkatkan. Artinya penambahan jumlah-jumlah perjalanan tidak bisa mengangkat jumlah penumpang yang memang dalam kondisi pandemi seperti ini,” terang Zulfikri. .
Kondisi tersebut juga terjadi di KRL Jabodetabek yang jumlah penumpangnya flat di angka sekitar 400 ribuan per hari. Meski begitu, Zulfikri tidak terlalu mempermasalahkannya karena hal itu juga dampak pembatasan untuk mengurangi penyebaran virus corona.