Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
S&P Proyeksi Rasio Utang Pemerintah Era Prabowo Masih Terkendali di 36,3% PDB
31 Juli 2024 11:44 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Lembaga pemeringkat global, Standard and Poor's (S&P ), memproyeksi defisit fiskal Indonesia mendekati 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) di era Pemerintahan Prabowo -Gibran. Sementara itu, rasio utang pemerintah (neto) akan tetap terkendali sebesar 36,3 persen PDB di akhir 2027, dari 35,7 persen di akhir 2023.
ADVERTISEMENT
"Utang pemerintah umum neto akan naik sedikit menjadi 36,3 persen dari PDB pada akhir tahun 2027, dari 35,7 persen pada tahun 2023. Dengan kemungkinan penurunan suku bunga dalam waktu dekat, pembayaran bunga dalam beberapa tahun ke depan akan tetap mendekati 14 persen dari pendapatan pemerintah umum," tulis S&P dalam laporan outlook Indonesia, Rabu (31/7).
Posisi utang pemerintah saat ini tercatat sebesar Rp 8.444,87 triliun per Juni 2024. Angka ini naik Rp 91,85 triliun dibandingkan posisi akhir Mei 2024 sebesar Rp 8.353,02 triliun dan naik Rp 639,68 triliun dari posisi Juni 2023 sebesar Rp 7.805,19 triliun.
Kenaikan utang pemerintah membuat rasio utang naik dari 38,71 persen menjadi 39,13 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada Juni 2024. Meski meningkat, angka itu masih di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara.
ADVERTISEMENT
S&P menilai, kebijakan fiskal pemerintah akan menjadi tidak pasti dari biasanya. Namun, hal ini bisa dimaklumi karena adanya pemerintahan baru.
Meski demikian, S&P memproyeksi pemerintahan yang baru di Indonesia masih akan menaati batasan hukum defisit anggaran, yakni maksimal 3 persen PDB dan maksimal 60 persen untuk rasio utang pemerintah.
"Namun, hal ini akan menempatkan proyeksi utang pemerintah bruto kami dalam beberapa tahun ke depan jauh di bawah level 50 persen yang dilaporkan sesuai dengan harapan," jelasnya.
Metrik eksternal Indonesia diperkirakan akan tetap relatif stabil dalam tiga hingga empat tahun ke depan, meskipun S&P memperkirakan defisit transaksi berjalan akan kembali terjadi.
"Kami yakin ekspor akan terus tumbuh dalam beberapa tahun ke depan, dengan pabrik peleburan dan pabrik baru yang mulai beroperasi. Namun, laju pertumbuhan kemungkinan akan terbebani oleh harga nikel yang lemah dan larangan ekspor bijih yang diperbarui," tulis S&P.
ADVERTISEMENT
Utang eksternal atau utang luar negeri (ULN) (neto) diperkirakan akan turun menjadi sekitar 55 persen dari penerimaan transaksi berjalan pada tahun 2027, dari hampir 70 persen tahun ini. Hal ini mencerminkan pembayaran bersih utang luar negeri oleh peminjam nonpemerintah, karena suku bunga global meningkat dan dolar AS menguat.
"Meskipun kami memproyeksikan pemulihan dalam pinjaman eksternal, kemungkinan akan terjadi peningkatan yang moderat karena suku bunga asing tetap tinggi. Kami memperkirakan ekspor dan pendapatan bunga eksternal yang lebih tinggi akan menjaga pertumbuhan penerimaan giro berjalan sejalan dengan PDB nominal," tulis S&P.