Sawit Jadi Bulan-bulanan Kampanye Negatif Uni Eropa tentang Deforestasi

15 Agustus 2023 11:05 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengusaha mengaku komoditas sawit menjadi bulan-bulanan kampanye negatif Uni Eropa.
ADVERTISEMENT
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyebut, setidaknya tak cuma sawit yang disasar lewat undang-undang Uni Eropa tentang deforestasi (EU-DR). Menurut Ketua Umum GAPKI Eddy Martono, komoditas karet, kopi hingga cokelat juga menjadi sasaran beleid tersebut.
Sawit menjadi salah satunya yang terdampak cukup parah. Keberadaan undang-undang itu, kian mempersulit proses produksi hingga ekspor hasil olahan sawit. Imbasnya bukan tidak mungkin Indonesia bakal mengimpor juga untuk minyak sawit di masa mendatang.
"Saya meyakini selama masih ada manusia di bumi ini, masih ada kebutuhan minyak nabati, yang namanya tantangan kampanye negatif, undang-undang sampai kiamat tidak pernah selesai karena mereka punya minyak nabati lain," ujar Eddy kepada kumparan, Senin (14/8).
Sumber minyak yang dimaksud Eddy adalah rapeseed oil (RSO) hingga sunflower oil (SFO) atau minyak bunga matahari. Eddy mengungkapkan, saat komoditas sawit Indonesia dipermasalahkan mengenai deforestasi, di sisi lain kebun-kebun penghasil minyak nabati mereka semakin bertambah luas.
ADVERTISEMENT
"Jadi mereka sepertinya memang karena mereka punya punya minyak nabati yang lain, yang dominan rapeseed, bunga matahari," sambungnya.
Buat memprotes kebijakan Uni Eropa tersebut, Indonesia saat ini bekerja sama dengan Malaysia. Menurut Eddy, kedua negara produsen sawit terbesar ini sepakat buat menentang aturan itu.
Eddy mengatakan bahwa Indonesia dan Malaysia baru saja membentuk satgas khusus buat mengurus masalah tersebut. Keduanya menilai kehadiran undang-undang itu sebagai trade barrier atau upaya menghalangi perdagangan internasional.
"Trade barrier, nanti setelah terbukti ada diskriminasi, baru kita bisa ke WTO, kalo mentok-mentoknya kita WTO. Malaysia lebih siap dibanding kita, karena mereka lebih tertata dengan baik," tutur Eddy.
Pekerja mengangkut buah kelapa sawit di kawasan PT Perkebunan Nusantara II, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (2/6/2023). Foto: ANTARA FOTO/Yudi

Produksi Minyak Sawit Merosot hingga Terancam Impor

Sementara di tengah menghadapi isu-isu lingkungan itu, produksi minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) dan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil/PKO) Indonesia terus turun dalam 4 tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data GAPKI, produksi minyak sawit ini relatif stagnan di angka 51 juta ton per tahun. Bila ditarik mulai dari tahun 2018, produksi PKO rata-rata berada di angka 4 juta ton.
Sementara CPO relatif stagnan di angka 40-an juta ton per tahun. Ini juga dibarengi volume ekspor yang juga turut mengalami penurunan dalam 4 tahun terakhir.
Kita serangannya enggak hanya dari luar, dari dalam negeri juga. Coba kalau nanti akhirnya hancur sawitnya, impor kita," tuturnya.