Secara Teknis Garuda Sudah Bangkrut, BUMN Siapkan 3 Opsi Restrukturisasi

9 November 2021 23:14 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pesawat Garuda Indonesia di hanggar. Foto: Adek Berry/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pesawat Garuda Indonesia di hanggar. Foto: Adek Berry/AFP
ADVERTISEMENT
Wakil Menteri II BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyebut maskapai Garuda Indonesia sudah bangkrut secara teknis. Kondisi ini lantaran defisit neraca keuangan maskapai nasional tersebut, tak sepadan dengan pendapatan yang semakin kecil di tengah pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Liabilitas Garuda saat ini tercatat berada di angka USD 9,8 miliar atau setara Rp 140 triliun.
Kendati demikian, pemerintah melalui Kementerian BUMN masih menyiapkan sejumlah langkah restrukturisasi untuk menyelamatkan Garuda Indonesia.
"Kami tidak putus asa, kami mencoba mencari rumusan untuk bagaimana keluar dari permasalahan ini, yang paling utama adalah transformasi bisnis," ujar Wamen yang akrab disapa Tiko tersebut dalam rapat bersama Komisi VI DPR, Selasa (9/11).
Ada tiga langkah yang disiapkan dalam proposal restrukturisasi Garuda. Upaya ini diharapkan mampu menekan utang menjadi USD 3,69 miliar.
Langkah pertama, yakni kebijakan pengurangan jumlah pesawat. Dari sebanyak 202 pesawat yang tercatat di 2019, menjadi hanya 134 pesawat pada tahun 2022.
"Jenis pesawat juga akan dikurangi dari 13 jenis menjadi 7 jenis untuk mensiplikasi operasional pesawat. Ini salah satu inefisiensi di masa lalu karena pesawatnya macam-macam," sambung Tiko.
Wamen BUMN Kartika Wirjoatmodjo. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Kedua, mereka akan berunding dengan lessor buat negosiasi utang Garuda. Terutama utang atas kontrak pesawat yang masih akan berlanjut di masa mendatang.
ADVERTISEMENT
Terakhir, Garuda juga bakal mengusahakan pembatalan nilai utang dan tunggakan untuk tipe kreditur tertentu. Misalnya, buat kreditur BUMN seperti Airnav hingga Himbara, akan ditempuh skema zero coupon bond.
"Nasib Garuda bukan hanya pada tangan pemegang saham tapi di tangan krediturnya ini. Jadi krediturnya harus menyadari bahwa tanpa ada pengurangan utang ini, tidak akan fabel valensinya," pungkas Tiko.