Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Sejumlah Ekonom Khawatir UU PPSK Bikin Peran OJK & BI Lemah
15 Desember 2022 19:37 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
DPR resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK ) menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023. Pengesahan tersebut dipimpin oleh Ketua DPR, Puan Maharani, usai bertanya kepada peserta rapat dari seluruh fraksi.
ADVERTISEMENT
Sejumlah ekonom mengatakan UU ini dapat melemahkan beberapa institusi keuangan seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK ) dan Bank Indonesia (BI), sementara ada yang mengatakan PPSK dapat semakin menguatkan institusi keuangan tersebut.
Ekonom INDEF Nailul Huda mengatakan kewenangan OJK dan independensi BI berkurang drastis dalam UU PPSK yang dapat menyebabkan kerugian keuangan nasional dalam jumlah besar, terutama karena besarnya jumlah aset OJK saat ini.
“Kewenangan dari lembaga-lembaga penting sektor keuangan akan diambil oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dari mulai kewenangan OJK hingga independensi BI yang dilucuti melalui beberapa pasal perubahan yang bisa membuat independensi bank sentral semakin tipis,” tutur Nailul Huda ketika dihubungi kumparan, Kamis (15/12).
“Ini yang berbahaya mengingat OJK dan BI ini menggerakkan triliunan rupiah. Bahkan aset OJK yang dikelola oleh industri di bawah OJK ribuan triliun. Ini yang berbahaya,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Senada, Direktur CELIOS Bhima Yudha juga mengatakan ada risiko tingkat inflasi dengan dibaginya kewenangan yang sebelumnya eksklusif milik OJK dan BI. Ia memproyeksikan UU PPSK ini dapat menjadi pedang bermata dua terhadap sektor keuangan nasional, jika implementasinya tidak dilakukan dengan sebaik dan secermat mungkin.
“Burden sharing (antara OJK dan BI kepada Kemenkeu) ini semestinya hanya menjadi senjata ketika terjadi krisis, namun dengan dilegalkan (UU PPSK) ini. Implikasinya adalah potensi inflasi bisa lebih besar dengan pengedaran uang meningkat. ” kata Bhima kepada kumparan, Kamis (15/12).
Lebih lanjut, Bhima menjelaskan kehilangan independensi BI dengan kewenangan yang dibagi dengan Kemenkeu bisa berbahaya. Terutama mengingat wewenang BI yang sangat luas pada sektor keuangan.
“Belum lagi ada kekhawatiran moral hazard. Ingat kewenangan BI itu sebelumnya besar, jadi ada kekhawatiran jika pemerintah memegang wewenang ini juga, berpotensi bukan untuk perlindungan sektor keuangan, tapi untuk belanja sosial yang tidak ada hubungan dengan keuangan langsung,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah, memiliki pandangan yang sedikit berbeda. Ia menyebut UU PPSK ini justru menguatkan posisi dan peran OJK dari sebelumnya, namun penyesuaiannya harus betul-betul dilakukan secara hati-hati.
“Saya agak beda pandangan terkait posisi dan peran BI, OJK, dan LPS menjadi totally different, saya kira tidak seperti itu. Justru PPSK ini lebih dalam posisi memperkuat masing-masing otoritas, terutama BI. Mereka tidak kehilangan kewenangan, jadi bisa melanjutkan yang dilakukan sejauh ini, karena itu melengkapi infrastruktur kita membangun sektor keuangan kokoh dalam antisipasi krisis,” tutur Piter.
Piter menekankan memang diperlukan perubahan pada otoritas jasa keuangan untuk merespon pada krisis, namun ia memahami posisi pemerintah jika dilakukan secara persatu-satu akan terlalu memakan waktu, maka dari itu dilakukanlah PPSK ini yang mengatur institusi keuangan negara secara serentak.
ADVERTISEMENT
“Ini memang perlu dilakukan secara omnibus agar tidak memakan waktu, supaya addressing issue seperti fintech, kripto, itu cepat dilakukan. Itu hal yang positif. Kita merasa ini justru memperkuat kelanjutan transformasi keuangan,” katanya.