Sektor Hortikultura RI Masih Tertutup, Investasi Akan Selalu Seret

3 November 2020 16:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dan Hortikultura Aceh Barat melakukan peninjauan dan pendataan sawah tadah hujan yang mengering di Desa Liceh, Bubon, Aceh Barat, Aceh, Jumat (6/7). Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
zoom-in-whitePerbesar
Petugas Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dan Hortikultura Aceh Barat melakukan peninjauan dan pendataan sawah tadah hujan yang mengering di Desa Liceh, Bubon, Aceh Barat, Aceh, Jumat (6/7). Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
ADVERTISEMENT
Lembaga riset Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengungkap keterbukaan investasi sektor hortikultura di Indonesia masih rendah, hanya 0,36 persen.
ADVERTISEMENT
Associate Researcher CIPS, Donny Pasaribu, menilai pembatasan investasi yang terlalu ketat tersebut akan memperburuk industri hortikultura dalam negeri.
"Sebuah report world bank dan (penelitian) Daryanto, mengungkapkan kalau kita menutup investasi asing di sektor hortikultura, yang terjadi produsen domestik akan kehilangan akses bibit berkualitas," kata Donny dalam webinar, Rabu (3/11).
Berdasarkan paparannya, salah satu penyebab seretnya investasi asing di sektor hortikultura yaitu Undang-Undang Nomor 13 tahun 2010 tentang Hortikultura.
Peluncuran dan penanaman perdana pengembangan hortikultura berorientasi ekspor tingkat nasional di Kabupaten Jembrana, Bali, Sabtu (28/12). Foto: Dok Kemenko Perekonomian
Salah satu poin dalam UU tersebut yaitu memberikan pembatasan kepemilikan asing sebesar 30 persen.
Padahal, sekitar 60 persen kebutuhan bibit hortikultura dikuasai tiga perusahaan multinasional global. Menurut dia, jika Indonesia terus tertutup dari investasi asing di sektor hortikultura, maka produsen dalam negeri akan jauh tertinggal.
ADVERTISEMENT
"Paling parah perusahaan asing akan memindahkan lokasi investasi dari Indonesia ke negara lain yang membuka diri," ujarnya.