Sektor Penerbangan RI Dinilai Sudah Berangsur Pulih Seperti Sebelum Pandemi
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Meski begitu, kondisinya saat ini dinilai berangsur pulih. Pengamat penerbangan yang juga menjadi Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (APJAPI), Alvin Lie, mengatakan kinerja penerbangan sudah hampir mendekati periode sebelum pandemi.
"Di sebagian bandara-bandara besar saat ini jumlah penerbangan sudah mencapai 80 sampai 90 persen dari 2019. Jumlah penumpang 60 sampai 70 persen dari 2019," kata Alvin kepada kumparan, Jumat (25/11).
Data AirNav Indonesia mencatat, per 23 November 2022 ada 4.710 pergerakan pesawat. Angka ini naik 459,2 persen dibanding periode terendah pada Mei 2020. Namun dibanding rata-rata penerbangan Januari 2020, jumlah pergerakan pesawat per 23 November 2022 masih lebih rendah 19,2 persen.
Secara tahunan, pada Oktober 2022 tercatat 129.332 pergerakan pesawat. Angka ini naik 31 persen dibandingkan Oktober 2021.
ADVERTISEMENT
Per 23 November 2022, maskapai yang paling banyak melayani penerbangan domestik adalah Lion Air, Batik Air, dan Wings Air, dengan tiga rute paling banyak adalah Denpasar-Jakarta, Jakarta-Denpasar, dan Sentani-Wamena.
Sementara untuk penerbangan internasional, maskapai yang paling banyak melayani penerbangan adalah Air Asia dan Batik Air, dengan rute tersibuk adalah Jakarta-Singapura, Singapura-Jakarta, dan Denpasar-Singapura.
Pekerjaan Rumah Masih Banyak
Kementerian Perhubungan berupaya menggaet maskapai asing untuk memulihkan bandara yang sepi pesawat. Alvin mengatakan, daya tarik Indonesia masih bertumpu di Bali. Dia mencatat, pengguna jasa penerbangan di Bandara Soekarno-Hatta 70 persen didominasi WNI, sementara Bandara Ngurah Rai Bali 80 persen adalah WNA.
"Maskapai masih enggan menambah pesawat. Tingkat keterisian pesawat masih border line. Kadang masuk BEP, tidak jarang di bawah BEP," kata Alvin.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, masih ada persoalan harga avtur yang masih tinggi, serta aturan syarat vaksinasi bagi pengguna jasa transportasi udara membuat mengurangi minat terbang. Di lain sisi, banyak alternatif transportasi darat.
"Retribusi bandara (PJP2U/Passenger Service Charge) yang naik signifikan, tapi fasilitas bandara belum dipulihkan. Pengelola bandara masih menghemat biaya listrik, belum fungsikan AC sepenuhnya, petugas keamanan yang terbatas sehingga antrean pemeriksaan panjang dan seterusnya membuat kurang nyaman," tutur Alvin.