Selain Pensiunkan PLTU, Ini yang Bisa Dilakukan Pemerintah untuk Tingkatkan EBT

15 Juni 2022 17:48 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PLN. Foto: PLN
zoom-in-whitePerbesar
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PLN. Foto: PLN
ADVERTISEMENT
Kebijakan pensiun dini atau phased-out Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT) di dalam energi primer dinilai harus dibantu dengan kebijakan lain yang lebih efektif dan efisien. Ada berbagai langkah lain yang harus dilakukan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Institute for Essential Services Reform (IESR) merilis laporan mengenai operasi PLTU secara fleksibel. Dalam laporan tersebut, IESR menilai PLTU yang dioperasikan secara fleksibel bisa mendukung program transisi energi menuju karbon netral di tahun 2060 atau lebih cepat.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan kondisi di Indonesia saat ini, 65 persen sumber energi listrik berasal dari batu bara. Sebagian besar PLTU masih berusia muda yakni 60 persen di bawah 10 tahun. IESR pun melihat ada dua cara untuk memangkas bauran PLTU.
Pertama, dengan pensiun dini PLTU sebanyak 5 GW baik itu pembangkit yang sudah tua maupun muda di bawah 20 tahun. Namun, hal ini tersandung persoalan kontrak Independent Power Plant (IPP) dengan PT PLN (Persero) sangat panjang hingga 30 tahun.
ADVERTISEMENT
"Ini memberikan opsi yang kedua adalah operasikan PLTU secara lebih fleksibel seiring masifnya pengembangan pembangkit EBT, seperti surya dan angin, karena kalau kita ingin mengejar 42 persen di tahun 2030 bisa menggunakan variable renewable energy," tutur dia saat webinar, Rabu (15/6).
Peneliti Senior IESR, Raditya Wiranegara menjelaskan pengoperasian PLTU yang fleksibel secara teknis dapat dilakukan Indonesia. PLTU di Indonesia didominasi PLTU subkritikal sehingga bisa mencontoh praktik operasi fleksibel PLTU di negara lain yang umumnya juga diterapkan di PLTU subkritikal.
Selain itu, PLTU di Indonesia umumnya berusia muda (0-22 tahun), dengan rata-rata umur 9 tahun. Sekitar 55 persen berada di luar Jawa-Madura-Bali (Jamali) dan pulau Sumatera, dan sekitar 34 persen berada di Jamali dan Sumatra.
ADVERTISEMENT
"Kelebihan margin cadangan di beberapa sistem membuat beberapa pembangkit di sistem tersebut tidak perlu dioperasikan penuh, sehingga ada kesempatan untuk melakukan retrofit yang akan membutuhkan pembangkit listrik berhenti beroperasi selama kurang lebih 6 bulan sampai setahun,” jelasnya.
Kajiannya menunjukkan retrofit operasi PLTU yang fleksibel dapat difokuskan pada pengurangan beban minimum PLTU, dari 50 persen menjadi 30 persen, peningkatan kemampuan PLTU untuk menanggung loncatan beban secara cepat (ramp rate) sebanyak 2 kali lipat dari biasanya, serta mempercepat waktu menghasilkan uap (start-up) dari 2-10 jam menjadi 1,3-6 jam.
Raditya menilai, manfaat dari pengurangan beban minimum PLTU adalah untuk mengurangi biaya akibat proses start-up/shutdown yang akan semakin sering jika bauran listrik dari EBT semakin tinggi. Jika terlalu sering akan berimplikasi pada emisi gas buang tinggi dan biaya operasi yang mahal karena karena butuh minyak diesel yang harganya mahal.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, menurut dia, fleksibilitas PLTU akan mengurangi biaya sistem karena biaya operasi fleksibel PLTU lebih murah dibandingkan menggunakan penyimpan daya. Hal ini juga memberi keluasan peran bagi pembangkit lain serta penyimpanan energi seperti baterai dan pembangkit listrik berbahan bakar gas alam.
Berkaca dari pengalaman Jerman dan India yang sudah lebih awal melakukan retrofit PLTU yang lebih fleksibel, IESR menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah Indonesia yang mencakup dalam 3 kategori berikut yaitu kebijakan dan kontrak, pasar, serta teknis dan keterlibatan pemangku kepentingan.
Di segi kerangka aturan, pemerintah perlu melakukan restrukturisasi ketentuan kontrak Power Purchasing Agreement (PPA) untuk PLTU yang fleksibel. Termasuk melakukan revisi Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik (PPA) yang saat ini masih menempatkan PLTU sebagai base load.
ADVERTISEMENT
Untuk mekanisme pasar, pemerintah perlu membangun mekanisme penawaran untuk menentukan harga energi terbarukan yang lebih kompetitif. Sehingga, harus ada badan independen yang dibentuk untuk mengatur pasar yang baru terbentuk dan mekanisme penawarannya.
Secara teknis, pemerintah harus mengidentifikasi unit PLTU untuk proyek percontohan PLTU yang fleksibel seperti PLTU subkritikal yang berusia kurang dari 5 tahun, berkapasitas antara 100 MW dan 600 MW. Selain itu dapat memilih PLTU yang terletak di sistem Sulawesi untuk proyek percontohan ini.