Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan investigasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sejak 2010-2019. Dalam kurun waktu tersebut, BPK dua kali melakukan pemeriksaan pada BUMN asuransi itu, yakni 2016 dengan tujuan tertentu dan 2018 pemeriksaan investigasi pendahuluan.
ADVERTISEMENT
Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, pada 2016 Jiwasraya mencatatkan laba Rp 367,3 miliar, namun mendapat opini adverse atau dimodifikasi. Hal ini dilakukan Jiwasraya karena jika saat itu dilakukan pencadangan, maka akan terlihat kerugian sebesar Rp 15,3 triliun.
"Jiwasraya laba Rp 367,3 miliar, namun opininya enggak wajar, akibat kekurangan pencadangan Rp 7,7 triliun. Jika pencadangan itu dilakukan sesuai ketentuan, seharusnya perusahaan rugi," ujar Agung saat konferensi pers di Gedung BPK, Jakarta, Rabu (8/1).
Lebih lanjut, Agung juga menduga adanya kegiatan memoles data lainnya alias window dressing pada penjualan produk JS Saving Plan. Pihak Jiwasraya ternyata menaruh dana JS Saving Plan itu ke saham-saham yang berkualitas rendah, seperti saham PT Trikomsel Oke Tbk (RIO), saham PT Sugih Energy Tbk (SUGI), dan saham PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP).
ADVERTISEMENT
"Aktivitas jual beli saham ini dilakukan berdekatan. Kami duga window dressing juga, kepemilikan saham di atas maksimal, investasi ke saham-saham yang enggak likuid," jelasnya.
Bahkan BPK menilai, ada rekayasa saat transaksi jual beli saham yang dilakukan pihak Jiwasraya, sehingga harga saham yang dibeli tidak mencerminkan harga yang sebenarnya. Atas tindakan ini, ada indikasi kerugian pada Jiwasraya hingga Rp 6,4 triliun.
"Di antara saham-saham tersebut, ada arahan Jiwasraya yang seharusnya enggak boleh dilakukan, karena dia selaku investor. Diduga dilakukan dengan merekayasa, sehingga harga jual beli tak mencerminkan harga sebenarnya. Indikasi kerugian sementara karena penurunan nilai saham ini Rp 6,4 triliun," tambahnya.
Kasus memoles laporan keuangan juga pernah terjadi pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA). Pada 2018, Garuda seharusnya mencatatkan rugi senilai USD 244,95 juta.
ADVERTISEMENT
Namun dalam laporan keuangan perusahaan justru mencatatkan laba bersih USD 809,84 ribu, meningkat tajam dari tahun 2017 yang rugi USD 216,58 juta.