Serba-serbi UU Perpajakan yang Baru Disahkan, Kamu Harus Tahu!

8 Oktober 2021 6:27 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Pajak Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pajak Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) telah disahkan menjadi Undang-Undang (UU) dalam Rapat Paripurna di DPR, Kamis (7/9). UU HPP tentu diharapkan agar pengelolaan perpajakan di Indonesia menjadi lebih baik.
ADVERTISEMENT
Ada berbagai peraturan yang beubah dengan adanya UU HPP seperti NIK yang bakal menjadi NPWP, kenaikan tarif PPN 11 persen, hingga pajak karbon.
Berikut ini rangkuman informasi selengkapnya:

Gelar Tax Amnesty Lagi, Sri Mulyani Akui Incar Pengusaha

Pemerintah kembali menggelar Tax Amnesty, setelah menawarkan program pengampunan pajak itu pada 2016 silam. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, program itu kembali digelar untuk meningkatkan kepatuhan pajak, termasuk dari kalangan pengusaha.
Kebijakan Tax Amnesty jilid II ini ditetapkan dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Program tersebut akan dijalankan selama 6 bulan, yakni pada 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022.
"Diberlakukannya tax amnesty jilid II ini agar para pengusaha tidak menghindari pajak, baik pribadi dan badan, yang wajib dilaporkan ke negara," kata dia dalam konferensi pers, Kamis (7/10) malam.
ADVERTISEMENT

UU Perpajakan Disahkan, Sanksi Tak Bayar Pajak Justru Jadi Lebih Murah

Menkumham Yasonna Laoly menjelaskan dalam UU HPP termasuk diatur mengenai pengenaan sanksi dalam upaya hukum. Yasonna mengatakan sanksi dalam upaya itu diselaraskan dengan moderasi sanksi administrasi dalam UU Cipta Kerja. Namun, sanksi yang diberikan setelah UU tersebut disahkan menjadi lebih murah.
“Sanksi setelah keberatan diturunkan dari 50 persen menjadi 30 persen dari jumlah pajak yang masih harus dibayar. Sedangkan sanksi setelah banding di Pengadilan Pajak dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung diturunkan dari 100 persen menjadi 60 persen dari jumlah pajak yang masih harus dibayar,” kata Yasonna saat Rapat Paripurna di DPR, Kamis (7/10).
Menkumham Yasonna Laoly. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Selain itu, Yasonna mengungkapkan perubahan UU tersebut juga mengatur tentang penegakan hukum pidana pajak yang mengedepankan ultimum remedium. Penegakan itu melalui pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk mengganti kerugian pada pendapatan negara ditambah sanksi.
ADVERTISEMENT

Pemerintah Batal Kenakan PPN Sembako hingga Pendidikan

Pemerintah dan DPR RI sepakat untuk membatalkan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN sembako hingga jasa pendidikan. Meskipun, komoditas bahan pokok hingga pendidikan itu masuk dalam barang dan jasa kena pajak.
Hal tersebut dipastikan oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie. Pembebasan PPN sembako hingga pendidikan ini bukan hanya untuk masyarakat miskin, tapi juga golongan atas.
"Iya (semua dapat fasilitas bebas PPN), diatur dalam UU," kata Dolfie kepada kumparan, Kamis (7/10).
Saat membacakan hasil laporan panitia kerja di Rapat Paripurna terkait RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang telah disahkan menjadi Undang Undang (UU), Dolfie mengatakan pembebasan PPN merupakan bentuk keberpihakan kepada masyarakat bawah.
ADVERTISEMENT

NPWP Digabung ke NIK, Pemerintah Tegaskan Tak Semua WNI Wajib Bayar Pajak

Nomor Induk Kependudukan (NIK) di dalam KTP bakal menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk wajib pajak pribadi. Menkumham Yasonna Laoly mengungkapkan langkah tersebut untuk menuju sistem administrasi perpajakan yang sederhana, mudah, adil, dan memberikan kepastian hukum.
Lantas, apakah perubahan itu membuat semua orang wajib membayar pajak tersebut?
“Meskipun demikian, penggunaan NIK tidak berarti semua WNI wajib membayar PPh, tetapi tetap memperhatikan pemenuhan syarat subjektif dan objektif untuk membayar pajak,” terang Yasonna.
“Yaitu apabila orang pribadi mempunyai penghasilan setahun di atas PTKP (penghasilan tidak kena pajak) atau orang pribadi pengusaha mempunyai peredaran bruto di atas Rp 500 juta setahun,” tambahnya.
ADVERTISEMENT

Tarif PPN Jadi 11 Persen, Yasonna Klaim Masih Lebih Rendah dari China & India

Pemerintah memastikan ada kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen mulai tahun 2022. Namun, tarif PPN secara bertahap bakal bertambah menjadi 12 persen pada 2025.
Ilustrasi membayar pajak. Foto: Shutter Stock
Meski ada kenaikan, Yasonna menjelaskan secara global tarif PPN di Indonesia relatif lebih rendah dari rata-rata dunia sebesar 15,4 persen. Selain itu, kenaikannya juga masih lebih rendah dibandingkan China hingga India.
“Juga lebih rendah dari Filipina 12 persen, China 13 persen, Arab Saudi 15 persen, Pakistan 17 persen, dan India 18,” ungkap Yasonna.

Alasan Pemerintah Hapus AMT di UU HPP

Pemerintah awalnya mengajukan pengenaan pajak penghasilan minimum dengan skema Alternative Minimum Tax (AMT) dan General Anti Avoidance Rule (GAAR) di draft RUU HPP. Namun, pemerintah akhirnya menghapus skema tersebut untuk mendorong kegiatan usaha dan iklim investasi tetap kondusif.
ADVERTISEMENT
Skema AMT yaitu mengenakan tarif pajak minimum sebesar 1 persen terhadap wajib pajak badan yang melaporkan kerugian atau terhadap wajib pajak badan yang hanya membayar pajak kurang dari 1 persen penghasilan bruto.
“Pemerintah juga menyepakati usulan DPR untuk tidak mencantumkan ketentuan mengenai pajak minimum alternative. AMT dan GAAR agar kegiatan usaha dan iklim investasi tetap kondusif,” kata Menkumham Yasonna Laoly saat Rapat Paripurna di DPR, Kamis (7/10).

Siap-siap! Mulai 2022 PLTU Batu Bara Bakal Dikenakan Pajak Karbon

Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) yang sudah disahkan menjadi Undang-Undang (UU), mengatur mengenai pengenaan pajak karbon. Pengenaan pajak tersebut untuk memulihkan lingkungan.
Ilustrasi PLTU. Foto: AFP/ BAY ISMOYO
Menkumham Yasonna Laoly mengungkapkan di awal tahun depan penerapan pajak karbon akan dikenakan di sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.
ADVERTISEMENT
"Untuk tahap awal, mulai tahun 2022, pajak karbon akan diterapkan pada sektor PLTU batu bara dengan menggunakan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi atau cap and tax," ungkap Yasonna.

UU HPP Disahkan, Anggota Komisi XI Optimistis Rasio Pajak Capai 10,12 Persen di 2025

Adanya UU HPP diharapkan bisa meningkatkan rasio pajak. Wakil Ketua Komisi XI, Dolfie, mengungkapkan rasio pajak ditargetkan bisa mencapai 10,12 persen pada tahun 2025 usai UU HPP disahkan.
"Dengan HPP ini pemerintah telah hitung, tax ratio 2025 apabila dibandingkan dengan regulasi yang lama kalau dibandingkan HPP, yang lama itu 8,58 persen. Nanti 2025 jadi 10,12 (persen). Itu dampak HPP pada tahun 2025, harapan kita seperti itu," kata Dolfie saat konferensi pers secara virtual, Kamis (7/10).
ADVERTISEMENT