Serikat Buruh Minta UMP 2025 Naik 8 sampai 10 Persen

28 September 2024 11:23 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah buruh menggelar aksi unjuk rasa menolak upah minimum provinsi (UMP) di depan Balai Kota DKI Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah buruh menggelar aksi unjuk rasa menolak upah minimum provinsi (UMP) di depan Balai Kota DKI Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta pemerintah menaikkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 8 persen hingga 10 persen pada 2025.
ADVERTISEMENT
Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan inflasi dalam dua tahun terakhir berada pada kisaran 2,5 persen, sementara pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2 persen.
“Kenaikan upah minimum yang diusulkan adalah sebesar 8 persen. Namun, KSPI mengusulkan penambahan 2 persen sehingga kenaikannya menjadi 10 persen untuk daerah-daerah yang memiliki disparitas upah tinggi antara kabupaten/kota yang berdekatan. Hal ini diharapkan dapat mengurangi kesenjangan upah di wilayah-wilayah tersebut,” ujar Said Iqbal melalui keterangan tertulis, dikutip pada Sabtu (28/9).
Said Iqbal mengungkapkan selama lima tahun terakhir, terutama pada tahun pertama, upah minimum tidak mengalami kenaikan di seluruh Indonesia. Ia menegaskan hal tersebut berdampak pada penurunan daya beli buruh. Sementara dalam dua tahun terakhir, kenaikan upah minimum berada di bawah angka inflasi.
ADVERTISEMENT
“Sebagai contoh di wilayah Jabodetabek, inflasi mencapai 2,8 persen, namun kenaikan upah hanya 1,58 persen. Ini artinya buruh nombok setiap bulan," ujar Said Iqbal.
Menurutnya, dalam beberapa tahun ini kenaikan upah yang terjadi tidak menutup inflasi. Sehingga daya beli buruh terus menurun. Meskipun secara nominal upah mengalami kenaikan setiap tahun, kenyataannya upah riil buruh terus menurun.
Said Iqbal menjelaskan dalam sepuluh tahun terakhir upah riil buruh turun sekitar 30 persen. Upah riil adalah upah nominal yang disesuaikan dengan indeks harga konsumen.
"Kenaikan harga barang jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan upah nominal, sehingga buruh terus terbebani dan daya beli mereka merosot tajam," jelas Said Iqbal.
Rombongan massa buruh dipimipin Said Iqbal melakukan long march dari depan Kantor Balai Kota ke Patung Kuda, Rabu (1/5/20240). Foto: Thomas Bosco/kumparan
Untuk itu, Said Iqbal mendesak agar pemerintah mempertimbangkan kenaikan upah minimum sebesar 8 persen hingga 10 persen pada tahun 2025. Ia menilai itu adalah langkah untuk memulihkan daya beli buruh dan mengurangi disparitas upah antardaerah, yang pada akhirnya akan mendorong kesejahteraan pekerja di seluruh Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Sudah saatnya pemerintah memperhatikan kondisi riil yang dihadapi oleh para pekerja. Kenaikan upah minimum ini adalah bentuk keadilan bagi buruh yang telah bekerja keras namun terus merasakan dampak dari inflasi dan kebijakan ekonomi yang tidak berpihak kepada mereka," ujar Said Iqbal
Said Iqbal melanjutkan, pihaknya dalam meminta kenaikan UMP tahun 2025 sebesar 8 persen hingga 10 persen tidak menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 (PP 51/2023). Menurutnya, PP 51/2023 sejak awal ditolak oleh seluruh serikat buruh.
Dasar hukum dari PP Nomor 51 tersebut adalah Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang saat ini sedang digugat melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) oleh KSPI, KSPSI, AGN, dan Partai Buruh. Sampai saat ini, belum ada keputusan dari MK. Sehingga, kata Said Iqbal, pemerintah seharusnya tidak menggunakan PP Nomor 51 Tahun 2023 dalam perhitungan UMP 2025.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Said Iqbal menyebut kenaikan UMP 2025 sebesar 8 persen hingga 10 persen tersebut hanya akan meningkatkan daya beli buruh sekitar 5 persen. Padahal, dalam 10 tahun terakhir, daya beli buruh turun sebesar 30 persen.
"Dengan demikian, meskipun upah minimum tahun 2025 naik sebesar 8 persen hingga 10 persen, daya beli buruh tetap akan turun sekitar 25 persen. Dalam hal ini, buruh masih akan merasakan beban karena kenaikan upah tersebut telah termakan oleh kenaikan indeks harga konsumen," tutur Said Iqbal.