Serikat Buruh soal UMP 2025 Naik 6,5 Persen: Sia-sia, Ada PPN 12 Persen

1 Desember 2024 11:55 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah buruh berjalan pulang di salah satu pabrik di Kota Tangerang, Jumat (17/11/2023). Foto: Sulthony Hasanuddin/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah buruh berjalan pulang di salah satu pabrik di Kota Tangerang, Jumat (17/11/2023). Foto: Sulthony Hasanuddin/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Serikat buruh di Indonesia mengecam secara tegas ihwal kenaikan Upah Minimum Nasional (UMP) 2025 sebesar 6,5 persen, tetapi diikuti naiknya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen per Januari 2025. Menurutnya, angka kenaikan UMP itu menjadi sia-sia.
ADVERTISEMENT
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Buruh Seluruh Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirat menyebut, rencana pemerintah menaikkan tarif PPN 12 persen bakal membuat upah para buruh di tahun depan tergolong minus.
"Kemudian juga katanya ada rencana PPN 12 persen. Nah, kalau sampai itu terjadi, maka angka 6,5 persen menjadi sia-sia dan akan minus jatuhnya," ujar Mirah kepada kumparan, Minggu (1/12).
Mirah bilang, meskipun di satu sisi upah buruh naik 6,5 persen, tetapi jika pemerintah tetap bersikeras menaikkan PPN 12 persen, maka jalan pintas bagi industri dan pengusaha ialah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja alias PHK.
"Kalau pemerintah memaksa rencana kenaikan PPN 12 persen dengan satu sisi upah 6,5 persen gitu, ya kalau menurut saya sih, mungkin kalau bagi industri ya dia mengambil jalan pintas, jalan cepat ya PHK," katanya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Mirah menilai, menjelang Natal dan Tahun Baru 2025 harga pangan mengalami kenaikan yang cukup drastis di angka 20 persen, belum lagi rencana kenaikan harga energi seperti listrik, dan BBM di tahun depan.
"Harga pangan kan sudah lebih daripada itu, kenaikannya 20 persen. Kemudian, rencana pemerintah katanya tahun depan 2025, akan ada kenaikan listrik. Ya, kemudian juga BBM kita nggak pernah tahu, pasti akan naik lah tiap tahun," ungkap Mirah.
"Ya, buat apa ada naik 200 sampai 300 ribu (UMP) kalau kemudian diiringi dengan kenaikan harga barang rendah. Ini upahnya belum naik saja, barang udah naik nih menjelang Natal dan juga tahun baru. Itu udah naik semua untuk barang-barang pangan dan juga barang pokok," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Dia menuturkan, satu-satunya komponen utama yang buruh butuhkan hanya kenaikan upah yang signifikan sebesar 20 persen. Pasalnya, kata Mirah, situasi ekonomi dalam negeri masih belum semuanya ditanggung oleh negara.
"Pendidikan, kesehatan itu belum sepenuhnya gratis, transportasi publik juga belum gratis gitu ya di mana juga listrik juga masih belum subsidi dan BBM juga belum subsidi yang terlalu luas gitu. Maka satu-satunya komponen utama yang masih kita (buruh) andalkan adalah kenaikan upah," tutur Mirah.
Senada dengan Mirah, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menyatakan, kenaikan UMP 6,5 persen diikuti naiknya PPN 12 persen hanya akan mengundang industri untuk melakukan PHK besar-besaran.
"Kan kita sudah dengar ada sedikit resistensi dari pengusaha dan mereka (buruh) akan di PHK," jelas Elly Rosita kepada kumparan, Minggu (1/12).
ADVERTISEMENT
Namun, Elly menyebut, buntut kenaikan UMP buruh 6,5 persen di tahun depan bisa menambah daya beli buruh. Hanya saja, pemerintah harus dapat memastikan para pengusaha di industri tak melakukan PHK kepada buruh.
"Pemerintah dan pengusaha ini harus benar benar menjamin ketika ada kenaikan ini, nah ini harus dijalankan secara konkret di lapangan dan jangan ada PHK," ungkap dia.
"Yang kita pikirkan, kita apresiasi kenaikan UMP 6,5 persen tapi jangan dong ada kenaikan pajak 12 persen, kan nanti jadi nggak ada arti kenaikannya dong," tutupnya.