Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Serikat Petani: Korporasi Masih Monopoli Perkebunan Kelapa Sawit
23 Maret 2022 18:58 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Serikat Petani Indonesia (SPI) menilai, perkebunan kelapa sawit di Indonesia masih dimonopoli oleh perusahaan swasta atau korporasi. Saat harga minyak sawit (crude palm oil/CPO ) internasional melonjak, para petani sawit pun tidak kebagian untung.
ADVERTISEMENT
Terutama, para korporasi ini memanfaatkan situasi dengan menggenjot kegiatan ekspor dan melupakan kebutuhan dalam negeri. Ketua Umum SPI, Henry Saragih mengatakan, kebijakan pangan harus berdasarkan kedaulatan pangan.
"Kedaulatan pangan berarti pemenuhan pangan melalui produksi lokal, mendorong produk pertanian nasional, serta mendorong pendirian dan penguatan kelembagaan ekonomi petani, yakni koperasi bukan korporasi," ujar Henry melalui rilis pers, Rabu (23/3).
Henry menyampaikan, melalui kedaulatan pangan, kebijakan pertanian Indonesia akan menempatkan kepentingan dan nasib petani, selaku produsen pangan, di atas kepentingan korporasi maupun tuntutan pasar.
"Distribusikan tanah-tanah yang dikuasai, dimonopoli oleh korporasi menjadi milik koperasi melalui reforma agraria sejati dan penerapan pola pertanian yang tidak monokultur, kebijakan variasi sawit dan pangan," katanya.
Dia pun menilai, perkebunan sawit yang dikuasai oleh korporasi harus dijadikan objek reforma agraria, karena tidak mendorong pembangunan di daerah dan rakyat, merusak hutan, bahkan infrastruktur yang ada.
ADVERTISEMENT
Hal ini juga berkaitan dengan kelangkaan dan melambungnya harga minyak goreng. Menurut Henry, pemerintah harus mampu menahan ekspor sawit besar-besaran dan mendorong koperasi petani mampu membangun pabrik minyak goreng skala lokal.
"Koperasi perkebunan sawit rakyat, bukan korporasi, harus diperkuat agar menguasai hulu hingga hilir. Korporasi harus dibatasi. Produksi minyak goreng sangat berbahaya jika bersifat monopoli atau oligopoli," tegasnya.
Henry menambahkan, minyak goreng harus kembali menjadi produksi rakyat. Sawit dijual ke pabrik minyak goreng lokal dengan harga layak, minyak goreng dijual ke masyarakat lokal dengan harga yang tidak memberatkan konsumen.
"Fungsi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk membangkitkan perkebunan sawit rakyat juga harus dikembalikan sesuai fitrahnya karena selama ini diduga kuat hanya menguntungkan kelompok tertentu dalam industri kelapa sawit," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Henry juga mencatat bahwa kenaikan harga CPO malah membebani petani sawit lantaran mereka juga konsumen minyak goreng, di sisi lain harga sarana produksi (saprodi) pertanian, seperti benih, pupuk, dan obat-obatan juga meningkat.
"Artinya ketika terjadi kenaikan harga jual sawit, pada saat yang sama Biaya Produksi dan Penambahan biaya modal (BPPBM) dan biaya kebutuhan rumah tangga ikut naik," kata dia.