Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Serikat Petani Sawit Kritisi Usulan Prabowo soal Perbanyak Tanam Kelapa Sawit
31 Desember 2024 14:51 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mengkritisi pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang ingin memperbanyak tanaman kelapa sawit tahun-tahun mendatang tanpa khawatir bahaya dari deforestasi.
ADVERTISEMENT
Dewan Nasional SPKS Mansuetus Darto, menilai pernyataan tersebut memuat banyak kontradiksi dengan komitmen pemerintah sendiri mengenai keberlanjutan alias sustainabilility agar produk kelapa sawit Indonesia lebih kompetitif di pasar.
"Apa yang disampaikan oleh Pak Prabowo, buka saja hutan jangan hiraukan deforestasi, justru menurut saya Itu akan membuat sawit Indonesia makin tidak kompetitif dan justru mendegredasi inisiatif-inisiatif yang dibuat oleh pemerintah sendiri, misalnya soal ISPO dan lain-lain," tegasnya saat dihubungi kumparan, Selasa (31/12).
Mansuetus menuturkan, tidak bisa dipungkiri produk kelapa sawit memang penting dan dibutuhkan banyak negara, termasuk Uni Eropa yang akan menetapkan kebijakan anti deforestasi atau European Union Deforestation-free Regulation (EUDR).
Hanya saja, kata dia, aspek atau indikator keberlanjutan lingkungan sudah menjadi sorotan banyak negara. Jika Indonesia akhirnya tidak peduli dengan seruan itu dan malah meningkatkan kegiatan deforestasi, maka ancamannya adalah produk Indonesia tidak akan dilirik lagi.
ADVERTISEMENT
Dampaknya jika produk kelapa sawit Indonesia kalah saing di pasar global, menurut Mansuetus, maka produksi dari perusahaan besar maupun petani kecil tidak banyak terserap banyak, hanya akan mengandalkan industri dalam negeri saja seperti untuk biodiesel.
Masalahnya, pasar kelapa sawit Indonesia masih sangat bergantung pada ekspor, terutama kepada China dan India. Mansuetus pun mewanti-wanti potensi kelebihan pasokan atau oversupply, apalagi dengan permintaan Prabowo yang ingin ada perluasan atau penambahan tanaman kelapa sawit.
"Dari sisi demand, pasarnya itu sudah dikunci dengan aturan soal deforestasi, kemudian produksi dalam negeri itu juga meningkat, tapi pasarnya hanya dibatasi oleh dengan biodiesel 40 persen, ini akan menimbulkan oversupply," jelas Mansuetus.
Mansuetus meminta Prabowo menciptakan strategi lain, alih-alih memberikan pernyataan yang tumpang tindih dan kontradiktif dari masyarakat global. Misalnya, dengan meningkatkan intensifikasi kelapa sawit dengan program peremajaan sawit.
ADVERTISEMENT
Melalui strategi tersebut, lanjut dia, produksi sawit bisa melejit tanpa ada pembukaan lahan baru. Dia mencatat, produktivitas perkebunan sawit Indonesia saat ini sekitar 12 ton per hektare per tahun, bisa meningkat lebih dari 25-30 ton per hektare per tahun.
Saat ini tercatat produksi kelapa sawit Indonesia kurang lebih 50 juta ton per tahun, dibantu oleh upaya BPDPKS menjadi sebesar 60 juta ton per tahun. Dengan program peremajaan sawit, maka produksi bisa meningkat hingga 70 juta ton per tahun.
"Dengan peremajan sawit itu bisa meningkat sampai kurang lebih itu 60 sampai 70 juta ton produksi sawit nasional," kata Mansuetus.
Sebelumnya, Prabowo meminta produksi perkebunan kelapa sawit dalam negeri ditingkatkan ke depannya. Ia menegaskan agar pelaku usaha tidak perlu khawatir mengenai tudingan deforestasi Uni Eropa.
ADVERTISEMENT
"Jadi jagalah para bupati para gubernur para pejabat tentara polisi jagalah kebun kebun kelapa sawit kita di mana-mana. Itu aset negara dan saya kira ke depan kita juga harus tambah tanam kelapa sawit. Nggak usah takut apa itu namanya membahayakan deforestasi," ujar Prabowo.