Setahun Serang Gaza: Israel Habis Rp 412 Triliun, Keuangan Babak Belur

7 Oktober 2024 21:03 WIB
·
waktu baca 2 menit
Warga Palestina berjalan melewati rumah-rumah yang hancur, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas, di kamp pengungsi Jabalia, di Jalur Gaza utara (22/2/2024). Foto: Mahmoud Issa/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Warga Palestina berjalan melewati rumah-rumah yang hancur, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas, di kamp pengungsi Jabalia, di Jalur Gaza utara (22/2/2024). Foto: Mahmoud Issa/REUTERS
ADVERTISEMENT
Serangan Israel ke Gaza dan melebar ke wilayah lain di Palestina sudah berlangsung setahun. Bombardir terus dilakukan mereka, membuat warga yang tewas bertambah dan bangunan yang hancur kian banyak.
ADVERTISEMENT
Untuk menghancurkan Palestina, keuangan Israel ikut babak belur. Berdasarkan data Kementerian Keuangan Israel, mereka sudah menggelontorkan 100 miliar shekel (USD 26,3 miliar) per Agustus 2024. Jika dirupiahkan dengan kurs Rp 15.686 per dolar AS, sekitar Rp 412,54 triliun.
Kondisi ini membuat rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Israel mencapai 67 persen, sementara defisit pemerintah mencapai 8,3 persen dari PDB, jauh di atas target 6,6 persen yang diperkirakan sebelumnya.
Menteri keuangan Israel Bezalel Smotrich mengakui perang ini membutuhkan dana besar karena biayanya mahal. Tapi dia mengeklaim keuangan negaranya masih aman.
“Ekonomi Israel kuat, dan peringkat kredit negara ini akan pulih setelah perang berakhir. Biaya perang sangat tinggi karena pertahanan udara Iron Dome Israel, mobilisasi pasukan berskala besar, dan pengeboman yang intensif,” katanya dikutip dari Reuters, Senin (7/10).
ADVERTISEMENT
Orang-orang mencari di antara puing bangunan yang rusak setelah serangan udara Israel terhadap Palestina di Rafah di Jalur Gaza selatan (12/12/2023). Foto: Fadi Shana/REUTERS
Sementara itu, terus meningkatnya biaya perang membuat Bank Sentral Israel (Bank of Israel) khawatir. Mereka memperkirakan dana yang akan dikucurkan akan terus bertambah menjadi 250 miliar shekel di akhir tahun 2025. Itu pun, di luar dari biaya menyerang Lebanon yang diperkirakan akan semakin bengkak.
Kondisi ini juga bikin investor was-was. Manajer portofolio di Union Investment, Sergey Dergachev, mengatakan meskipun rasio utang Israel terhadap PDB masih di level 62 persen tahun lalu, kebutuhan pinjaman telah membengkak. Terbukti sekarang rasio utang terhadap PDB meningkat ke 67 persen.
“Selama perang berlanjut, utang negara akan terus memburuk. Bahkan jika Israel memiliki fundamental yang baik, tetap saja kondisi ini menyakitkan dari sisi fiskal dan akan berpengaruh pada peringkat keuangan mereka,” ujar Sergey.
ADVERTISEMENT
Kekhawatiran itu terbukti dari lembaga pemeringkat global Fitch Ratings telah menurunkan Peringkat Default Penerbit (IDR) Mata Uang Asing Jangka Panjang (LTFC) Israel menjadi 'A' dari 'A+'. Prospek ini tergolong negatif. Penurunan peringkat ke 'A' mencerminkan dampak dari kelanjutan serangan Israel, meningkatnya risiko geopolitik, dan operasi militer di berbagai bidang.
Seorang anggota militer Israel mengatur bendera Israel saat kendaraan lapis baja diatur dalam formasi, di tengah permusuhan lintas batas antara Hizbullah dan Israel, di Israel utara, Senin (30/9/2024). Foto: Gil Eliyahu/REUTERS
Kondisi ini juga keinginan investor asing melepas obligasi Israel. Mulai dari dana pensiunan hingga aset besar karena rasio utang terhadap PDB yang terus melonjak. Belum lagi masalah lingkungan karena serangan Israel menimbulkan kerusakan bumi di Palestina dan membuat polusi udara besar-besaran.