Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Setor Rp 17 M ke TNI AU, Lion Air Group Harusnya Kelola Bandara Halim Sejak 2010
21 Juli 2022 19:38 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ATS merupakan anak usaha Lion Air Group. Keputusan ini sejalan dengan hasil rapat tiga pihak termasuk AP II pada Rabu (20/7).
Pertemuan ini menyepakati serah terima pengelolaan lahan 21 hektar di Bandara Halim Perdanakusuma. Adapun naskah berita acara serah terima dijadwalkan digelar hari ini, Kamis (21/7) di Halim Perdanakusuma.
"Serah terima tersebut sebagai tindak lanjut dari putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, yaitu Putusan Peninjauan Kembali MA Nomor 527/PK/Pdt/2015," jelas Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsma TNI Indan Gilang Buldansyah dalam keterangan resminya kepada kumparan, Kamis (21/7).
Indan Gilang mengatakan, TNI AU memiliki kewajiban menyerahkan lahan seluas 21 hektar, termasuk apa saja yang berdiri di atasnya kepada PT ATS. Sejalan dengan itu, AP II memiliki kewajiban untuk menyerahkan penguasaan dan pengelolaan lahan 21 hektar ini kepada PT ATS. Penyerahan ini pun menegaskan AP II diminta segera hengkang dari bandara tersebut.
ADVERTISEMENT
"AP II sebagai pihak yang selama ini pengelola Bandara Halim Perdanakusuma, akan keluar dari kawasan Bandara Halim Perdanakusuma," lanjutnya.
Sudah Bayar Rp 17,8 Miliar, PT ATS Harusnya Kelola Sejak 2010
Merujuk pada salinan dokumen PK MA Nomor 527/PK/Pdt/2015, PT ATS seharusnya sudah mengelola Bandara Halim Perdanakusuma setidak-tidaknya sejak 2010. Hal tersebut berdasarkan perjanjian antara Induk Koperasi TNI Angkatan Udara (INKOPAU-PUKADARA) dan ATS yang saat itu diwakili oleh Edward Sirait.
Nota Kesepakatan tentang Pengelolaan Bersama aset tanah di Bandara Halim Perdanakusuma ditandatangani TNI AU dan ATS pada 12 Mei 2004. Lalu pada 28 Juli 2004, mereka berdua menandatangani Memorandum Kesepakatan Bersama tentang Pemanfaatan Aset TNI Angkatan Udara berupa tanah seluas 19 hektar yang terletak di Bandara Halim Perdanakusuma beserta fasilitas penunjangnya.
ADVERTISEMENT
Atas dasar Memorandum Kesepakatan tersebut, pada 10 Februari 2006, keduanya membuat dan menandatangani Perjanjian Kerja Sama Pemanfaatan Aset TNI Angkatan Udara berupa tanah seluas 21 hektar di Bandara Halim Perdanakusuma.
Untuk bisa mengelola bandara tersebut, ATS membayar Rp 17,82 miliar kepada Induk Koperasi TNI AU. Rinciannya, Rp 7,03 miliar untuk kompensasi, Rp 8,44 miliar untuk kontribusi tahunan sejak tahun 2006-2007, dan Rp 2,34 miliar untuk pembayaran sewa ke kas negara tahun 2006/2007. Dengan membayar Rp 17,8 miliar, ATS mendapatkan kontrak hak kelola selama 21 tahun atau hingga 10 Februari 2031.
"Akan tetapi sejak dibuat dan ditandatangani Perjanjian ini sampai diajukannya gugatan ini, Tergugat I (TNIA AU) tidak menyerahkan Obyek Perjanjian kepada Penggugat (ATS)," demikian isi PK MA Nomor 527/PK/Pdt/2015.
ADVERTISEMENT
Merasa kecewa, ATS lalu menggugat TNI AU pada 2010, waktu di mana seharusnya mereka mulai mengelola bandara tersebut. ATS juga meminta TNI AU memperpanjang masa kontrak bandara hingga 10 Februari 2035.
Pada 2010, ATS mengaku sudah memberitahu AP II yang mengelola Bandara Halim mengenai hal ini. Bahkan ATS mengajak AP II untuk kerja sama memanfaatkan tanah dan obyek perjanjian di bandara tersebut.
"Akan tetapi Tergugat II (AP II) tidak merespons secara positif dengan tindakan konkrit untuk menanggapi maksud atau itikat baik Penggugat, akan tetapi Tergugat II bahkan tetap menguasi atau mengelola lahan dan/atau apa saja yang berdiri di atas Obyek Perjanjian tanpa alas hak yang sah atau tanpa ijin dari Penggugat sebagai pemilik hak kelola atau memanfaatkan atas tanah dimaksud yang berakibat hak Penggugat tersebut dilanggar oleh Tergugat II," lanjut isi PK.
ADVERTISEMENT
Tak terima digugat ATS, AP II pun mengajukan eksepsi. AP II membantah, menyangkal, dan menolak seluruh dalil ATS dalam gugatannya. Dalam eksepsinya, AP II menilai gugatan ATS ceroboh dan kabur sebab yang digugat justru ATS sendiri sebagai subjek hukum lantaran Induk Koperasi TNI AU sebagai Tergugat I memegang 20 persen saham ATS.
MA menolak Permohonan Peninjauan Kembali AP II sebab bukti yang diajukan BUMN tersebut dianggap tak kuat melawan perjanjian antara ATS dan TNI AU yang dilakukan pada 2006.
Meski putusan PK MA atas kasus ini sudah ditetapkan pada 2016, ATS baru mendapatkan haknya mengelola Bandara Halim Perdanakusuma per hari ini yang diserahkan TNI AU.