Siasat Penjual Ayam Bakar Berhemat saat Harga Kelapa Melonjak

3 Mei 2025 16:09 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warung Nasi Padang di Kawasan Stasiun Citayam, Sabtu (3/5/2025). Foto: Muhammad Fhandra Hardiyon/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Warung Nasi Padang di Kawasan Stasiun Citayam, Sabtu (3/5/2025). Foto: Muhammad Fhandra Hardiyon/kumparan
ADVERTISEMENT
Lonjakan harga kelapa di pasaran membuat sejumlah penjual nasi padang memutar otak agar tak ditinggal pelanggannya. Harga kelapa bulat kini menyentuh Rp 25 ribu per butir di tingkat pasar.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya kelapa yang digunakan untuk membuat santan ini dijual rata-rata seharga Rp 10.000 per butir.
Salah satunya adalah Akbar (44), penjual nasi Padang di Citayam, Kabupaten Bogor, yang terpaksa mengubah cara memasak ayam bakar. Sebelumnya ia menggunakan batok kelapa untuk memanggang daging ayam.
Namun akibat tingginya harga kelapa ia tak membeli lagi batok kelapa untuk memanggang ayamnya.
"Sekarang pake (pan) bakaran gini, kalo dulu pake batok sama areng. Rasanya sih (berpengaruh)," ujar Akbar ketika ditemui kumparan, Sabtu (3/5).
Perubahan ini dilakukan Akbar demi menghemat penggunaan kelapa di menu lainnya, seperti rendang, yang sejak Idul Fitri 2025 sudah mulai dikurangi kuantitas penyajiannya.
Sayangnya, Akbar mengakui rasa ayam bakar buatannya kini menjadi kurang terasa original, alias bumbu ala Padang yang tak meresap dengan asap khas batok kelapa atau arang.
Warung Nasi Padang di Pondok Cina, Depok, Sabtu (3/5/2025). Foto: Muhammad Fhandra Hardiyon/kumparan
Hal itu berdampak pada menurunnya minat pembeli terhadap menu tersebut. "Kalo semuanya paling ya emang tetep nurun, 30 persen lah (harian). Harga semuanya lagi mahal bahan-bahan," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Di tempat berbeda, kumparan juga menyambangi penjual Nasi Padang di kawasan Pondok Cina, Depok bernama Imah. Kata dia, sejak Ramadan kemarin sudah merasakan dampaknya.
Menurut Imah, lonjakan harga kelapa membuatnya lebih efisien dalam penggunaan bumbu masakan.
Untuk menyiasatinya, ia kerap mengurangi takaran kelapa agar tetap bisa menjual nasi lengkap dengan pilihan rendang seharga Rp 20.000 per porsi tanpa harus menaikkan harga jual.
"Ya kita kurangin bahan yang pake bahan kelapa atau santan, bisa tapi dikit-dikit. Emang berubah pasti rasanya (rendang), tapi konsekuensi kan," tutur Imah.
Meski tetap mempertahankan harga, Imah mengakui pendapatannya menurun setiap bulan.
Ia tidak menyebutkan secara rinci seberapa besar kerugian yang dialami, namun menyayangkan harga komoditas kelapa bisa melonjak begitu tinggi.
ADVERTISEMENT
Perempuan ini berharap pemerintah segera mengambil langkah nyata untuk menstabilkan harga kelapa, mengingat dampaknya sangat dirasakan oleh pelaku usaha kuliner, khususnya rumah makan nasi Padang yang sangat bergantung pada bahan tersebut.
"Harapannya sih udah jangan mahal lagi ya, kerasa lumayan, kadang harga (komoditi) telur, ayam, daging suka naik. Ditambah kelapa juga enggak turun," imbuh Imah.
Sementara itu Ketua Harian Himpunan Pengolahan Kelapa Indonesia, Rudy Handiwidjaja mengakui kenaikan harga kelapa memukul para pedagang nasi. Kelapa butir menjadi bahan baku utama dalam pembuatan bumbu masakan yang bersantan.
"Kemudian, konsumen, kemudian pedagang, oh pedagang, santan ya, bedagang santan, kemudian juga, rumah makan, rumah makan padang [terdampak]," kata dia.