Simpanan Bank Turun, Nasabah Muda Pilih Maksimalkan Cuan di Reksa Dana dan Saham

8 Desember 2024 11:23 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi saham Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi saham Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) atau simpanan nasabah pada Oktober 2024 menurun dibanding bulan sebelumnya. Berdasarkan Laporan Uang Beredar Bank Indonesia untuk Oktober 2024, jumlah DPK yang tercatat adalah Rp 8.460,6 triliun atau tumbuh 6,0 persen year on year (yoy), tapi pertumbuhannya menurun jika dibandingkan pertumbuhan pada bulan September 2024 di 6,7 persen yoy.
ADVERTISEMENT
Salah satu alasan DPK merosot karena masyarakat mulai 'melek' investasi. Setidaknya yang dialami Rangga (28). Pekerja swasta di Jakarta ini mengungkap setelah pendapatannya dialokasikan untuk dana darurat, sisa uang yang ada mayoritas tidak lagi ditabung di bank. Alih-alih menabung di rekening bank, Rangga lebih memilih alokasi ke instrumen lain seperti reksa dana untuk mengalokasikan uangnya tersebut.
“Setelah mengumpulkan dan merasa punya cukup dana darurat, saya tidak lagi menabung di rekening tabungan bank, tabungan saya semuanya ke deposito atau reksa dana pasar uang,” kata Rangga kepada kumparan, Kamis (28/11).
Rangga bilang alokasi untuk tabungan dan investasi mencapai 15 sampai 20 persen dalam setiap bulannya. Untuk investasi, porsinya juga terkadang diperkecil tergantung pada pengeluaran bulan tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain deposito dan reksa dana, Rangga juga memiliki beberapa instrumen investasi lainnya seperti reksa dana obligasi, reksa dana saham dan saham.
“Surat Utang Negara belum punya, tapi instrumen lainnya ada deposito, RD (reksa dana) dan saham,” jelasnya.
Meski begitu, Rangga menganggap menabung di bank masih menjadi salah satu opsi yang aman. Hal ini karena terdapat jaminan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Calon nasabah membuat rekening di bank Mandiri, Tangerang Selatan, (15/8/2023). Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) menyebut jumlah bank yang mendapat penjaminan mencapai 1.689 bank per juni 2023. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Soal uangnya yang berada di tabungan di bank, Rangga mengungkap uang tersebut juga tidak mudah terpakai untuk kebutuhan non-tabungan. Dalam hal ini, Rangga memiliki rekening tabungan yang berbeda dengan rekening untuk kebutuhan sehari-hari.
“Nabung di bank sangat aman, apalagi dijamin LPS. Kalau terpakai tidak akan karena beda rekening dan tanpa ATM,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Rangga bercerita instrumen investasi pertama yang dia pilih adalah reksa dana, setelah itu barulah Ia memiliki Rekening Dana Nasabah (RDN) untuk membeli saham. Soal alasannya memilih reksa dana, menurut Rangga reksa dana memiliki pertumbuhan yang lebih besar ketimbang bunga tabungan.
“Pertama punya aset investasi dulu malah reksa dana pasar uang yang ada di e-commerce, setelah itu berkembang sampai punya Rekening Dana Nasabah (RDN) untuk beli saham. Alasan memilih RD karena pertumbuhannya lebih besar daripada bunga tabungan,” cerita Rangga.
Untuk saham, Rangga mengungkap pada awalnya Ia memulai investasi dengan jumlah Rp 1 juta. Ia juga menceritakan investasi saham perlu banyak belajar agar dapat memahami risiko.
Serupa dengan Rangga, Andi (Bukan nama sebenarnya) yang merupakan pekerja di bidang teknologi dan informasi mengungkap alokasinya untuk investasi lebih besar ketimbang tabungan di rekening bank. Untuk hal ini, Ia mengalokasikan 20 persen dari pendapatannya ke tabungan dan 30 persen ke investasi.
ADVERTISEMENT
“Dari pendapatan, 20 persen ke tabungan dan 30 persen ke instrumen investasi. Yang di bank cuma untuk dana darurat sama operasional aja,” kata Dana.
Ilustrasi grafik pasar saham kripto. Foto: Shutterstock
Untuk instrumen investasi, Dana bercerita Ia menggunakan aset kripto dan saham dengan proporsi yang sama. Saham yang Ia miliki juga merupakan saham dari Bursa Saham Amerika Serikat (AS).
“Sementara investasinya 50:50 di kripto sama saham,” ungkap Dana.
Untuk dana darurat, Ia juga menggunakan reksa dana sebagai instrumen penyimpanan. Sedangkan untuk Surat Utang Negara (SUN) menurutnya instrumen ini cocok untuk uang yang tidak memiliki potensi untuk dibutuhkan secara tiba-tiba.
“Kalo untuk SUN, tertarik kalo uangnya enggak perlu dibutuhin tiba-tiba, darurat. Kalau darurat lebih suka nyimpen di reksa dana pendapatan tetap,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan Rangga dan Dana, Aditya (25) yang merupakan pekerja bank justru memilih simpanan jangka panjang atau deposito berbagai instrumen alokasi uang setelah dikurangi alokasi untuk kebutuhan dan kewajiban. Walau begitu, Ia juga menggunakan instrumen investasi lain seperti saham dan logam mulia.
“Berdasarkan akumulasi pendapatan, umumnya setiap bulan aku alokasikan penghasilan yang sudah dikurangi kewajiban lebih kurang sebanyak 40 persen pada deposito, 30 persen logam mulia, 20 persen saham, dan 10 persen cadangan,” kata Adit.
Untuk deposito, Adit mengungkap Ia menggunakan deposito khusus karyawan yang lebih likuid.

Simpanan Turun, Investor Saham Justru Naik

ilustrasi buku tabungan Foto: Shutterstock
Berdasarkan data BI, dalam hal ini jenis simpanan yang mengalami penurunan pertumbuhan adalah giro dan simpanan berjangka. Pertumbuhan giro pada bulan Oktober 2024 hanya tumbuh 5,5 persen yoy, ada di bawah angka pertumbuhan September 2024 di 8,0 persen yoy.
ADVERTISEMENT
Sedangkan untuk simpanan berjangka, pertumbuhan pada Oktober 2024 adalah 5,1 persen yoy, turun dari bulan sebelumnya di angka 5,3 persen. Untuk tabungan justru ada peningkatan dari 7,2 persen yoy pada September 2024 menjadi 7,4 persen yoy di Oktober 2024.
Di sisi lain, jumlah investor di pasar modal meningkat. PT Bursa Efek Indonesia (BEI) per 3 Oktober 2024 mencatat jumlah investor pasar modal di Indonesia telah melampaui 14 juta single investor identification (SID) tepatnya sejumlah 14.001.651 SID, tumbuh 1.833.590 SID baru dibanding posisi di akhir tahun lalu sebesar 12.168.061 SID.
Direktur Utama BEI Iman Rachman mengatakan kondisi pertumbuhan investor saham ini mengindikasikan keyakinan investasi di pasar modal Indonesia di tengah situasi ekonomi global dan domestik yang dipenuhi dengan ketidakpastian. Hal ini tak lepas dari dukungan pemangku kepentingan.
ADVERTISEMENT
"BEI terus menggali potensi-potensi baru dari sisi produk, supply maupun peningkatan jumlah investor," ucap Iman dalam keterangan resminya.
Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman di Gedung BEI, Rabu (10/7/2024). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
Sementara itu, Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik menyebut ada beberapa inisiatif yang telah dikerahkan untuk mendorong literasi dan inklusi keuangan investor dilakukan melalui Sekolah Pasar Modal (SPM), pendirian Galeri Investasi (GI) BEI, dan Kampanye #AkuInvestorSaham. Regenerasi investor di pasar modal Indonesia, kata dia, sekitar 79 persen adalah investor berusia di bawah 40 tahun.
"Hal ini menunjukkan bahwa anak muda semakin melek keuangan dan investasi, dan diharapkan menjadi fondasi yang kuat bagi masa depan pasar modal dan perekonomian Indonesia," terangnya.
Perencana keuangan Andy Nugroho menyebut melambatnya pertumbuhan simpanan juga bisa saja disebabkan oleh semakin terbukanya masyarakat terhadap investasi di pasar modal.
ADVERTISEMENT
“Pertama bila merujuk pada data yang dikeluarkan oleh PT. Bursa Efek Indonesia, di mana per 3 oktober 2024 jumlah investor di pasar modal naik 15,07 persen secara year on year dibandingkan per 31 Desember 2023. Hal ini tentu menjadi hal yang menggembirakan, berarti kita bisa berasumsi bahwa masyarakat Indonesia sudah makin terbuka dan melek akan investasi di pasar modal,” kata Andy.