Simpanan di Bank Melambat, Warga Mulai Beralih ke Investasi Surat Utang Negara

25 November 2024 17:34 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang petugas menghitung pecahan Dolar AS dan Rupiah di kawasan Kwitang, Jakarta, Senin (18/11/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Seorang petugas menghitung pecahan Dolar AS dan Rupiah di kawasan Kwitang, Jakarta, Senin (18/11/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Simpanan masyarakat di bank mengalami perlambatan per Oktober 2024, baik berupa tabungan, giro, maupun simpanan berjangka. Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, melambatnya simpanan tersebut karena masyarakat mulai investasi di Surat Utang Negara (SUN).
ADVERTISEMENT
Menurut dia, hal tersebut karena suku bunga SUN dinilai lebih menarik ketimbang simpanan. Selain itu, masyarakat juga merasa lebih aman untuk berinvestasi di instrumen pemerintah dibandingkan instrumen investasi berisiko seperti saham.
"Terkait dengan simpanan berjangka, saya rasa mereka beralih ke SUN yang menawarkan suku bunga yang menarik dan aman karena jaminan dari pemerintah," ucap Nailul Huda kepada kumparan, Senin (25/11).
Minat masyarakat terhadap SUN memang mengalami kenaikan, pada lelang 12 November 2024, dana yang diserap pemerintah sesuai dengan target indikatif senilai Rp 22 triliun. Capaian lelang ini bahkan lebih tinggi dibandingkan lelang SUN pada 29 Oktober 2024, yakni sebesar Rp 18,85 triliun, di bawah target indikatif yang telah ditetapkan.
ADVERTISEMENT
Penawaran yang masuk pada lelang SUN 12 November 2024 mencapai Rp 37,39 triliun, juga lebih tinggi dari lelang sebelumnya yang menerima penawaran masuk Rp 29,58 triliun.
Berdasarkan data Bank Indonesia, total simpanan masyarakat Indonesia di perbankan per Oktober 2024 mencapai Rp 8.460 triliun, melambat ke angka 6 persen (year on year/yoy) dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 6,7 persen (yoy).
Simpanan atau dana pihak ketiga (DPK) ini terdiri dari giro, tabungan, dan simpanan berjangka dalam bentuk mata uang rupiah maupun valas.
Dalam kesempatannya, Huda bilang, terkait DPK yang melambat, ia telah memproyeksi fenomena ini sejak lama. Kata Huda, melambatnya DPK perorangan ini melanjutkan fenomena masyarakat kelas menengah yang turun kelas, salah satu indikatornya ialah jumlah tabungan terpantau menurun.
ADVERTISEMENT
"Saya rasa fenomena ini sudah cukup lama terjadi. Fenomena ini melanjutkan fenomena masyarakat kelas menengah yang turun kelas di mana salah satu indikatornya adalah jumlah tabungan yang menurun, terutama untuk kategori menengah dan ke menengah bawah," ujarnya.
Huda menyebut, saat ini masyarakat sudah mulai hidup dari tabungan alias 'mantab' untuk pembiayaan kebutuhan sehari-hari. Ditambah lagi fenomena paylater yang kian tinggi pertumbuhannya.
"Masyarakat sudah mulai mantab (makan tabungan) untuk pembiayaan kebutuhan sehari-hari. Ditambah lagi fenomena pinjaman daring dan paylater yang semakin tinggi. Benang merahnya adalah di pendapatan masyarakat terdampak dari fenomena penurunan daya beli," imbuh Huda.