Singgung Labuan Bajo, KKP Minta Pelaku Usaha Tak Privatisasi Pantai

17 April 2025 11:18 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana lautan di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Foto: Dok: Humas KKP
zoom-in-whitePerbesar
Suasana lautan di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Foto: Dok: Humas KKP
ADVERTISEMENT
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meminta para pelaku usaha yang sedang memanfaatkan ruang laut untuk tidak menguasai (privatisasi) pantai, sehingga dapat menghalangi masyarakat yang ingin berkunjung.
ADVERTISEMENT
Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Publik, Doni Ismanto Darwin, menegaskan Perizinan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) bukan sebagai dokumen kepemilikan. Melainkan hanya izin dasar bagi pemrakarsa untuk melakukan kegiatan menetap di ruang laut secara legal dalam kurun waktu tertentu.
“Larangan mengakses pantai seperti di Labuan Bajo itu seharusnya tidak boleh terjadi, karena laut merupakan common property. Kami sudah coba jembatani persoalan tersebut,” kata Doni dikutip dari keterangan resmi, Kamis (17/4).
KKP belum lama ini memanggil perwakilan pemilik enam penginapan mewah di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, termasuk pengelola resort yang sempat viral karena dituding melarang warga mengakses Pantai Binongko.
Pemanggilan ini untuk mengetahui duduk persoalan, sekaligus mensosialisasikan kebijakan KKPRL agar tidak terjadi privatisasi ruang laut oleh para pemrakarsa.
ADVERTISEMENT
Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang Laut, Ditjen Penataan Ruang Laut KKP, Fajar Kurniawan, menjelaskan seluruh penginapan tersebut telah mengantongi KKPRL. Namun setelah memiliki izin dasar itu, pemrakarsa memiliki setidaknya 16 kewajiban.
Di antaranya harus memperhatikan keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat, memberikan akses untuk nelayan kecil yang sudah rutin melintas. Kemudian, menghormati kepentingan pihak lain yang melakukan kegiatan atau pemanfaatan ruang di sekitarnya, tidak menimbulkan konflik sosial, hingga harus menyerahkan laporan tahunan dari kegiatan yang dilakukan.
“Jadi setelah mendapat dokumen KKPRL tidak selesai begitu saja. Kewajiban ini penting sebagai upaya kami memastikan bahwa kegiatan di ruang laut yang dilakukan, tidak menimbulkan konflik sosial serta tidak mengancam ekosistem kelautan dan perikanan,” imbuh Fajar.
ADVERTISEMENT
Suasana lautan di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Foto: Dok: Humas KKP
Selain pemrakarsa, Fajar juga mengimbau masyarakat untuk menghargai pelaku usaha yang menjalankan bisnisnya secara legal. Menurutnya, kegiatan usaha di satu wilayah pesisir berpotensi mendongkrak perekonomian daerah setempat, serta menjadi lapangan kerja baru bagi masyarakat.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono telah mengimbau pihak yang ingin memanfaatkan ruang laut untuk mengurus izin dasar PKKPRL lebih dulu. Tanpa dokumen tersebut, kegiatan menetap di ruang laut dianggap ilegal dan dapat ditindak oleh tim pengawas KKP.