Sistem OSS Berbasis Risiko Hampir Setahun Berjalan, Berapa NIB yang Diterbitkan?

5 Juli 2022 17:22 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Staf Khusus Hubungan Daerah sekaligus Jubir Kementerian Investasi, Tina Talisa di Surakarta.  Foto: Moh Fajri/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Staf Khusus Hubungan Daerah sekaligus Jubir Kementerian Investasi, Tina Talisa di Surakarta. Foto: Moh Fajri/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sistem OSS atau Online Single Submission Berbasis Risiko sudah berjalan hampir satu tahun setelah pertama kali diluncurkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 9 Agustus 2021. Aplikasi yang menyediakan proses perizinan secara online ini dikelola di bawah Kementerian Investasi.
ADVERTISEMENT
Staf Khusus Hubungan Daerah Kementerian Investasi, Tina Talisa, mengungkapkan sejauh ini melalui aplikasi tersebut sudah ada 1,5 juta Nomor Induk Berusaha (NIB) yang diterbitkan.
“Jadi data kami per tanggal 2 Juli itu sudah hampir 1,5 juta NIB. Dan dominasinya 98 persen adalah pelaku usaha mikro dan kecil,” kata Tina di Surakarta, Selasa (5/7).
Tina merasa jumlah tersebut masih kecil dibandingkan dengan besarnya pelaku UMKM di Indonesia. Apabila digabung dengan sistem OSS yang sebelum berbasis risiko, baru ada sekitar 5,5 juta UMKM yang memiliki NIB.
Untuk itu, Tina memastikan pihaknya akan terus berusaha menambah jumlah pengusaha yang mempunyai NIB.
“Itu yang kami upayakan agar terus jumlahnya bertambah, data dari Kemenkop UKM ada 65 juta pelaku umkm. Sementara OSS yang sebelumnya kita sudah menerbitkan sekitar 4 juta, berarti kalau ditotalkan baru 5,5 juta NIB. Kalau 98 persennya adalah pelaku UMK berarti masih sekitar 5 juta, artinya ada 60 juta lain belum punya NIB,” ujar Tina.
ADVERTISEMENT
Tina mengakui dalam mewujudkan keinginan tersebut tentu tidak mudah. Ia mengungkapkan bakal menggandeng semua pihak terkait yang mempunyai fokus ke UMKM baik swasta seperti Gojek, Tokopedia, dan Grab, maupun perusahaan milik negara.
“Kenapa kami berkolaborasi dengan baik BUMN atau swasta karena kita enggak bisa sendirian, kita harus bekerja sama dengan perusahaan yang punya ekosistem usaha mikro kecil,” tutur Tina.