Skema Gross Split Tak Lagi Wajib, SKK Migas Optimistis Investasi Naik

15 Januari 2020 18:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas memeriksa komponen pipa pengeboran sumur di RIG PDSI D1000-E di Bongas, Majalengka, Jawa Barat, Selasa (5/11/2019) Foto: antarafoto
zoom-in-whitePerbesar
Petugas memeriksa komponen pipa pengeboran sumur di RIG PDSI D1000-E di Bongas, Majalengka, Jawa Barat, Selasa (5/11/2019) Foto: antarafoto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian ESDM bakal mengubah skema bagi hasil minyak dan gas antara pemerintah dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang tak lagi wajib pakai Gross Split. Artinya, KKKS bisa memilih menggunakan Gross Split atau skema Cost Recovery yang lebih dulu ada.
ADVERTISEMENT
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto tidak begitu mempermasalahkan skema yang disiapkan. Sebab, kata Dwi, yang lebih penting adalah peningkatan investasi.
“Yang penting tujuannya adalah bagaimana meningkatkan investasi di Indonesia. Nah, untuk itu kalau investornya kita akan lihat apakah untuk menjadikan Gross Split itu menjadi halangan atau tidak,” kata Dwi di City Plaza, Jakarta, Rabu (15/1).
Dwi merasa ada investor yang menganggap skema Gross Split bukan menjadi halangan, begitu juga sebaliknya. “Intinya adalah agar investasi di hulu migas bisa naik,” ujar Dwi.
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto. Foto: Dok. SKK Migas
Dwi menjelaskan skema yang diambil bisa juga bergantung dengan kondisi lapangannya. Menurutnya para kontraktor bisa mengetahui skema Gross Split atau Cost Recovery yang digunakan di setiap tempat.
“Sebagai investor tergantung nanti dari lapangannya. Lapangannya apakah risikonya bisa diantisipasi sejak awal atau tidak. Kalau ada lapangan yang sulit yang kita belum bisa memvaluasi risiko ke depan, kemungkinan kontraktor akan memilih Cost Recovery,” terang Dwi.
ADVERTISEMENT
Skema Gross Split diterapkan dalam kepemimpinan Menteri ESDM sebelumnya, Ignasius Jonan. Adalah Wakil Menteri ESDM saat itu, Arcandra Tahar, yang mengusulkan aturan ini karena dianggap lebih menguntungkan pemerintah sebab semua biaya pencairan sumber migas hingga produksi ditanggung sendirian oleh KKKS.
Sementara dalam konsep Cost Recovery, bagi hasil ke pemerintah lebih besar karena ikut menanggung biaya operasional dan produksi yang dilakukan KKKS.
Meski begitu, saat ini pemerintah masih butuh waktu untuk menetapkan aturan ini. Sebab, untuk WK eksplorasi alias blok baru, penentuan bagi hasil atau split pemerintah lebih sulit ditentukan karena belum tentu menghasilkan migas.
Sementara untuk WK eksploitasi, lebih mudah mengatur bagi hasilnya karena sumber daya alam yang dicari sudah kelihatan.
ADVERTISEMENT
Saat ini, dari 254 kontrak KKKS, termasuk yang terminasi, baru 45 yang berkontrak dengan skema Gross Split. Sisanya yakni sekitar 200 WK berkontrak menggunakan Cost Recovery. Salah satu kontrak WK eksisting yang menggunakan skema Cost Recovery adalah Blok Masela di Tanimbar, Maluku oleh perusahaan migas asal Jepang, Inpex Corporation.