Skema Power Wheeling Bakal Masuk di RUU EBET, Begini Respons PLN

18 Februari 2023 15:16 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah pekerja memperbaiki jaringan listrik di Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (25/5/2021). Foto: Aloysius Jarot Nugroho/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pekerja memperbaiki jaringan listrik di Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (25/5/2021). Foto: Aloysius Jarot Nugroho/Antara Foto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Skema power wheeling bakal dicantumkan dalam RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan atau RUU EBET, meski ada pro dan kontra yang muncul di tengah masyarakat.
ADVERTISEMENT
Skema power wheeling menciptakan kondisi multiple seller dan multiple buyer listrik di Indonesia. Mekanisme itu membolehkan perusahaan swasta (Independent Power Producers/IPP) membangun pembangkit listrik dan menjual listrik EBT kepada pelanggan rumah tangga dan industri.
Penjualan listrik swasta tersebut menggunakan jaringan distribusi dan transmisi milik PT PLN (Persero) melalui open source dengan membayar fee yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM.
Executive Vice President Komunikasi Korporat dan TJSL PLN, Gregorius Adi Trianto, memastikan pihaknya berkomitmen mewujudkan pelayanan penyediaan akses ketenagalistrikan yang merata bagi seluruh masyarakat.
"Terkait power wheeling, selaku BUMN, PLN tentu akan menjalankan proses bisnis sesuai regulasi yang berlaku," ujarnya kepada kumparan, dikutip Sabtu (18/2).
Gregorius menjelaskan, rasio elektrifikasi di Indonesia terus meningkat, di mana tahun 2015 rasio elektrifikasi baru mencapai 88 persen, sementara pada akhir tahun 2022 sudah mencapai 99,63 persen.
ADVERTISEMENT
Namun, lanjut dia, memang masih ada beberapa lokasi yang belum teraliri listrik, khususnya listrik PLN. Mayoritas di daerah terluar, terdepan, tertinggal (3T) yang sangat sulit terjangkau, bahkan di perbatasan antar negara.
Menurut Gregorius, pengembangan infrastruktur ketenagalistrikan yang digunakan untuk melayani daerah-daerah 3T membutuhkan biaya investasi yang sangat tinggi, sehingga secara komersial menjadi tidak feasible (layak).
Dengan demikian, PLN memerlukan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk membangun infrastruktur energi di seluruh nusantara, terutama di daerah 3T. Dia pun memastikan Perseroan terus meningkatkan rasio elektrifikasi seiring dengan upaya transisi energi sesuai sumber daya alam setempat.
"PLN juga melakukan pengembangan jaringan transmisi dan gardu induk yang berguna untuk menambah pasokan sistem setempat agar jangkauan perluasan pelayanan listrik desa pada sistem yang terhubung ke grid terus dapat ditingkatkan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno, mengungkapkan sudah ada jalan tengah terkait perdebatan skema power wheeling dalam pembahasan RUU EBET.
Saat ini, pembahasan RUU EBET masih dilakukan di tingkat panitia kerja (panja) Komisi VII DPR. Eddy mengatakan antara Komisi VII dan pemerintah kemungkinan bersepakat memasukan skema power wheeling dalam skala terbatas.
"Sekarang ada jalan tengahnya, di daerah-daerah yang memang sulit dijangkau dan belum ada jaringan PLN boleh dilaksanakan, ini kurang lebih meeting point yang akan kita capai dengan pemerintah," kata Eddy di Hotel A One Menteng Jakarta, Senin (6/2).
Eddy menilai, skema ini penting untuk akselerasi industri EBT. Hal ini mengingat di tahun ini diperkirakan kenaikan pertumbuhan konsumsi listrik hanya 800 megawatt (MW). Sementara itu akan ada 7 gigawatt (GW) produksi listrik mayoritas berasal dari pembangkit berbasis bahan bakar fosil.
ADVERTISEMENT
"Makanya kita minta berikan kesempatan bagi pihak lain untuk bisa menyerap energi itu, tapi kalau ada pihak ketiga membeli dan menyerap energi, ditambah EBT yang eksisting ini tidak akan atau lama terserapnya, karena itu PLN bersikeras untuk tidak menerapkan power wheeling," ujar Eddy.