SKK Migas Ungkap Banyak Preman Palak Kontraktor di Selat Madura

19 November 2024 17:49 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Djoko Siswanto. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Djoko Siswanto. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Djoko Siswanto, mengungkapkan banyak preman memalak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) atau perusahaan migas yang tengah melakukan eksplorasi, khususnya di Selat Madura.
ADVERTISEMENT
Selat Madura merupakan kawasan yang memiliki beberapa blok migas lepas pantai (offshore), misalnya Blok North Madura II, Blok North East Madura VI, Blok Anugerah, Blok West Madura Offshore, hingga Blok Madura Strait yang dikelola Husky-CNOOC Madura Limited (HCML).
"Ada beberapa isu gangguan di masyarakat, terutama di Selat Madura, di mana para preman-preman itu melakukan pemerasan terhadap KKKS yang melakukan kegiatan eksplorasi seismik," ungkap Djoko Siswanto saat RDP Komisi XII DPR, dikutip pada Selasa (19/11).
Djoko mengungkapkan modus pemalakan preman tersebut yakni ganti rugi rumpon. Rumpon merupakan karang buatan yang biasanya dibuat nelayan untuk memudahkan penangkapan ikan.
"Istilahnya rumpon-rumpon yang tidak ada, diakui, berita acaranya itu dinyatakan tidak ada rumpon di situ, tetapi masyarakat melakukan ancaman kalau tidak diganti. Bahkan kita sudah mengganti satu rumpon itu Rp 6 juta sampai Rp 30 juta bahkan," jelas Djoko.
ADVERTISEMENT
Djoko mengungkapkan rumpon yang diakui masyarakat itu jumlahnya bisa mencapai ribuan, tetapi faktanya tidak ditemukan di lapangan. Menurutnya, hal ini sangat mengganggu proses eksplorasi migas.
"Termasuk mengganggu kenyamanan investor untuk datang melakukan kegiatan eksplorasi di wilayah-wilayah perairan, khususnya di Selat Madura," tegas Djoko.
Djoko meminta bantuan Komisi XII DPR dan pemangku kepentingan lain seperti Aparat Penegak Hukum (APH), dan tokoh daerah atau kemasyarakatan untuk menanggulangi masalah itu.
"Untuk bisa membantu kami memberikan pengertian kepada masyarakat yang tidak bertanggung jawab ini melakukan pemerasan di lapangan," tutur Djoko.

Pengeboran Ilegal

Selain itu, Djoko juga menuturkan salah satu masalah besar yang dihadapi sektor hulu migas adalah pengeboran ilegal, baik itu bentuknya illegal drilling, illegal tapping, maupun illegal refinery, yang bisa mencapai 8.000 barel per hari (bph).
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi hal itu, dia menyarankan solusinya adalah membuat rancangan Peraturan Presiden (Perpres) atau Peraturan Pemerintah (PP) mengenai pengelolaan sumur-sumur tua yang dilakukan pengelolaan secara ilegal oleh masyarakat setempat.
Selama ini, Undang-Undang (UU) Migas yang belaku membolehkan kegiatan hulu migas berupa pengeboran sumur dilaksanakan oleh koperasi, terutama sumur-sumur tua dan memungkinkan dilakukan oleh masyarakat secara ilegal.
"Kami berupaya hal-hal ini bisa dikelola oleh badan usaha, termasuk KKKS Pertamina, untuk dikelola secara baik, secara safety-nya baik, sehingga dapat meningkatkan lifting gas kita," tutur Djoko.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan selain pertambangan ilegal yang masif di Indonesia, ternyata masih ada kegiatan pengeboran migas ilegal.
"Kami sudah menyampaikan bahwa illegal drilling per hari itu kurang lebih sekitar 7.000 sampai 8.000 barrel per day," ungkap Bahlil saat Rapat Kerja Komisi XII DPR, Rabu (13/11).
ADVERTISEMENT
Bahlil menyebutkan salah satu alternatif pemberantasan pengeboran ilegal tersebut yakni dengan membentuk kemitraan antara perusahaan yang bersangkutan dengan PT Pertamina (Persero).
Kemitraan tersebut, diusulkan Bahlil bentuknya seperti skema plasma inti sawit, alias kemitraan antara perusahaan (inti) dan petani (plasma) dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit.
"Kalau kita mampu memaksimalkan, kita minta Pertamina untuk membeli (hasil pengeboran) dengan harga keekonomian, tapi dia seperti plasma inti begitu," tutur Bahlil.