SKK Migas Ungkap Penyebab Produksi Minyak Blok Cepu Merosot

8 Agustus 2024 14:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lapangan Banyu Urip yang dioperasikan ExxonMobil Cepu Limited (EMCL), Jumat (1/3/2024). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Lapangan Banyu Urip yang dioperasikan ExxonMobil Cepu Limited (EMCL), Jumat (1/3/2024). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
ADVERTISEMENT
SKK Migas mengungkapkan penyebab turunnya produksi minyak Blok Cepu yang dioperasikan ExxonMobil Cepu Limited (EMCL). Produksi blok ini bahkan tersalip oleh Blok Rokan.
ADVERTISEMENT
SKK Migas mencatat, produksi EMCL masih menjadi andalan kedua setelah Pertamina Hulu Rokan (PHR). Sampai 31 Juli 2024, EMCL berhasil melampaui target WP&B maupun APBN 2024.
Meski demikian, pada pertengahan Juli 2024, Lapangan Banyu Urip milik EMCL mulai mengalami kenaikan Gas Oil Ratio (GOR) dan kenaikan water cut yang menyebabkan Loss Production Opportunity (LPO) cukup signifikan, yaitu sekitar 7.000 barel per hari (BOPD).
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi D. Suryodipuro, mengungkapkan kondisi tersebut membuat produksi EMCL tidak lagi berkelanjutan di rate 150 juta barel minyak per hari (MBOPD).
Kenaikan GOR, kata Hudi, merupakan kondisi ratio poduksi gas semakin meningkat dibandingkan produksi minyak. Sementara kenaikan water cut adalah kondisi kandungan jumlah air terproduksi semakin tinggi dibandingkan dengan produksi minyak.
ADVERTISEMENT
"Harus kami akui bahwa LPO di EMCL ini jumlahnya sangat signifikan, meskipun SKK Migas dan KKKS lain berusaha untuk melakukan optimasi produksi dari kegiatan pemboran, workover dan well service, namun kontribusi yang diperoleh belum dapat menutup secara langsung gap penurunan produksi di EMCL," jelasnya melalui keterangan resmi, Kamis (8/8).
Hudi melanjutkan, SKK Migas memberikan perhatian khusus kepada lapangan Banyu Urip mengingat produksinya yang sangat besar dan apabila terjadi gangguan produksi baik karena kendala surface maupun subsurface.
"Hal ini langsung berdampak sangat signifikan pada produksi Indonesia," imbuhnya.
Lapangan Banyu Urip yang dioperasikan ExxonMobil Cepu Limited (EMCL), Jumat (1/3/2024). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
Dia juga memastikan, SKK Migas dan EMCL tidak tinggal diam terhadap permasalahan yang sedang terjadi. Serangkaian kegiatan Gas Shut Off dan Water Shut Off serta maintain terhadap rate produksi senantiasa dilakukan untuk menjaga penurunan produksi yang lebih tajam lagi.
ADVERTISEMENT
Kabar baiknya, kata Hudi, adalah perkembangan proyek Banyu Urip Infill Classic (BUIC) cukup baik sehingga diperkirakan dalam waktu dekat akan onstream 1 sumur yaitu B13 dengan potensi produksi sebesar 10 ribu BOPD. Hal ini tentunya akan meningkatkan produksi minyak di Banyu Urip dan produksi nasional secara keseluruhan.
"Minyak ini sangat berarti bagi SKK Migas karena produksi dalam negeri belum mencukupi kebutuhan sehingga harus impor. Kami beranggapan setetes minyak saat berarti bagi negara. Sehingga upaya-upaya meningkatkan produksi minyak terus dilakukan oleh SKK Migas dan KKKS," pungkas Hudi.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif mengungkapkan, posisi produsen minyak bumi terbesar di Indonesia saat ini diduduki oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), menggeser posisi ExxonMobil Cepu.
ADVERTISEMENT
Produsen terbesar minyak saat ini, PHR, memproduksi 161.623 barel per hari (BOPD) dari Blok Rokan pada tahun 2023 dan statusnya per 30 Juni 2024 sebesar 157.226 BOPD.
"Sepintas ini mengenai 10 produksi minyak yang paling besar sekarang ini adalah Pertamina Hulu Rokan, itu jumlahnya pada 2023 ada kontribusinya 161 ribu," katanya saat Diskusi Bersama Media, Jumat (2/8).
Posisi selanjutnya yaitu ExxonMobil Cepu yang mengelola Blok Cepu dengan produksi 155.444 BOPD pada 2023, dan menurun menjadi 143.946 BOPD pada 30 Juni 2024.