Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Soal Pajak Karbon, Pemerintah Diminta Aktif Sosialisasi
13 September 2021 19:54 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Munculnya penolakan dari dunia industri di Indonesia, menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, disebabkan kurangnya informasi diterima dari pemerintah.
“Informasi dan penjelasan dari pemerintah mengenai mekanisme pajak karbon seperti sektor apa saja yang akan dikenakan pajak dan bagaimana cara perhitungan dasar pengenaan pajaknya memberikan ketidakpastian bagi dunia industri,” jelas Fabby dalam keterangan tertulis, Senin (13/9).
Dalam kesempatan itu, Fabby menyinggung mekanisme penerapan nilai ekonomi karbon melaui cap and trade serta pajak karbon. Ia sependapat bahwa kombinasi kedua mekanisme tersebut merupakan cara yang ideal bagi Indonesia untuk mengakselerasi penerapan nilai ekonomi karbon. Dari sisi pemerintah, penerapan cap and trade dibahas melalui Draft Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) sementara penerapan pajak karbon dibahas melalui RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Dalam penerapan di industri, baik cap and trade dan pajak karbon dapat diterapkan untuk sub-sektor yang berbeda dengan memandang efisiensi, efektivitas dan tentunya dampak terhadap keseluruhan kegiatan ekonomi di Indonesia. Sektor ketenagalistrikan sebagai contoh dapat menggunakan skema cap and trade sebagai mekanisme untuk mitigasi emisi karbon. Terlebih lagi skema ini sudah dijalankan secara internal oleh PLN pada PLTU-PLTU yang dimiliki oleh PLN.
ADVERTISEMENT
Mengapresiasi inisiatif PLN, Fabby berpendapat bahwa skema cap and trade, setelah adanya peraturan perundangan dapat dikembangkan kepada PLTU milik IPP. Di sisi lain, pajak karbon dapat diterapkan misalnya pada sektor transportasi di mana setiap volume bahan bakar fosil yang dijual telah memperhitungkan pajak karbon atas emisi dari bahan bakar tersebut, sehingga perhitungan dan dasar pengenaan pajak karbon atas bahan bakar di sektor transportasi bisa menjadi lebih mudah dan lebih transparan.
Dalam pembahasan perubahan RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) bersama Komisi XI DPR RI hari ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani memasukkan usulan pajak karbon.
Sri Mulyani mengusulkan tarif pajak karbon dihargai Rp 75 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e). Pasal karbon ini, kata dia, merupakan pasal baru.
ADVERTISEMENT
"Klaster kelima mengatur pengenaan pajak baru berupa pajak karbon lingkungan yaitu pengenaan pajak karbon untuk memulihkan lingkungan dengan tarif Rp 75 per kilogram CO2 ekuivalen," ujar Sri Mulyani.
Dia menjelaskan, pajak karbon ini sebagai upaya Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim dan efek gas rumah kaca. Pajak baru ini, kata dia, juga selaras dengan tujuan Indonesia membawa ekonomi hijau.
Sri Mulyani memastikan nantinya implementasi pajak karbon akan dilakukan secara bertahap dan hati-hati. Juga akan memperhatikan sektor terkait dan menyelaraskannya dengan perdagangan karbon dan pemulihan ekonomi Indonesia di tengah pandemi.