Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Soal Utang RI, Hitungan Prabowo dan Pemerintah Beda Rp 460 Triliun
28 Juni 2018 9:38 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Kementerian Keuangan (Kemenkeu ) memberikan keterangan terkait pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto , yang mengatakan utang Indonesia mencapai Rp 9.000 triliun. Prabowo juga menyebut utang tersebut sudah membahayakan.
ADVERTISEMENT
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti mengatakan, utang bukan tujuan dan bukan momok sehingga jangan digunakan sebagai komoditas politik untuk menakuti rakyat. Menurutnya, utang negara termasuk yang berbentuk syariah adalah instrumen pembiayaan yang dapat digunakan oleh negara untuk mencapai tujuan, selama dikelola secara hati-hati, akuntabel, transparan dan bertanggungjawab.
"Oleh karena itu kebijakan utang dan pengelolaan keuangan negara diawasi oleh berbagai lembaga mulai dari DPR, BPK, Kreditor hingga lembaga pemeringkat independen di tingkat global seperti Moodys, Fitch S&P, JCRA (Japan Credit Rating Agency) serta R&I (Rating & Investment)," ujar Frans kepada kumparan, Kamis (28/6).
Dia pun menjabarkan data utang Indonesia pada 2017. Hal ini berdasarkan Statistik Utang Sektor Publik (SUSPI) Bank Indonesia (BI) per Desember 2017.
ADVERTISEMENT
Utang terdiri dari tiga kelompok:
- Utang pemerintah pusat: Rp. 4.060 triliun.
- Utang BUMN nonlembaga keuangan: Rp 630 triliun.
- BUMN lembaga keuangan (termasuk Bank BUMN): Rp 3.850 triliun.
Sehingga jumlah total utang adalah sebesar Rp 8.540 triliun (kurs Rp 13.492)
"Sangat jauh dari Rp 9.000 triliun yang disampaikan Pak Prabowo. Pak Prabowo menggunakan kurs Rp 14.000/USD, sementara posisi 2017 data BI (SUSPI) menggunakan kurs Rp13.492/USD," katanya.
Dengan perbedaan kurs yang dipakai itu, utang Indonesia versi Prabowo dan versi Kemenkeu terdapat selisih Rp 460. triliun.
Frans juga menjelaskan, utang BUMN lembaga keuangan, seperti Bank BUMN seperti Bank Mandiri, BNI, BRI, BTN, sebesar Rp 3.850 triliun tersebut sebagian besar yakni 80% atau hampir Rp 3.000 triliun adalah Dana Pihak Ketiga (DPK), yaitu dana masyarakat, perusahaan yang menempatkan dana di perbankan yang selain untuk tujuan menabung, dana tersebut justru menjadi instrumen pendanaan invetasi produktif perekonomian.
ADVERTISEMENT
Utang BUMN nonlembaga keuangan merupakan utang BUMN dalam melaksanakan kegiatan usaha BUMN, termasuk membangun infrastruktur seperti pembangkit dan transmisi listrik, jalan tol, pelabuhan laut dan udara dan kegiatan produktif BUMN lainnya.
Utang BUMN merupakan kekayaan dan kewajiban yang dipisahkan sesuai UU Keuangan Negara dan tidak otomatis menjadi tanggungan Pemerintah. Utang BUMN menjadi kewajiban BUMN untuk melunasinya, dan secara korporasi dijamin oleh Aset BUMN yang bersangkutan.
"Untuk utang BUMN yang mendapat jaminan pemerintah, dikelola secara hati-hati dan dikendalikan secara disiplin serta dilaporkan secara terbuka dan transparan," kata dia.
Dalam menghitung tingkat resiko utang, maka ukurannya adalah dibandingkan dengan kemampuan membayarnya. Untuk utang pemerintah ukurannya adalah kapasitas ekonomi (PDB) dan rasio kewajiban cicilan dan bunga terhadap penerimaan negara. Sedangkan utang korporat diukur terhadap aset dan arus penerimaan.
ADVERTISEMENT
"Sebagai tokoh politik yang memiliki perusahaan, Pak Prabowo tentu paham bahwa adalah hal yang normal bagi sebuah perusahaan untuk melakukan utang, bahkan semua perushaan untuk melakukan operasi usaha dan Invetasi hampir selalu menggunakan pembiayaan utang, maka dikenal kredit modal kerja dan kredit Invetasi," jelas Frans.
"Utang sepanjang digunakan untuk melakukan hal produktif dan menghasilkan penerimaan kembali, maka kewajiban tersebut akan dapat dibayarkan kembali," dia menambahkan.