Soal Utang Terselubung RI dari China, Ini Penjelasan Stafsus Sri Mulyani

15 Oktober 2021 13:04 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mata uang China Yuan Foto: Reuters/Thomas White
zoom-in-whitePerbesar
Mata uang China Yuan Foto: Reuters/Thomas White
ADVERTISEMENT
Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, memastikan utang terselubung Indonesia dari China bukan termasuk utang pemerintah. Menurutnya, utang tersebut dihasilkan melalui skema bisnis dengan BUMN maupun perusahaan patungan dan swasta.
ADVERTISEMENT
“Utang tersebut dihasilkan dari skema Business to Business (B-to-B) yang dilakukan dengan BUMN, bank milik negara, special purpose vehicle, perusahaan patungan, dan swasta. Utang BUMN tidak tercatat sebagai utang Pemerintah dan bukan bagian dari utang yang dikelola Pemerintah,” ujar Prastowo dalam akun Twitternya @prastow, Jumat (15/10).
Utang yang dilakukan BUMN, special purpose vehicle, perusahaan patungan, dan swasta itu juga bukan wewenang pemerintah. Sehingga, jika pihak itu menerima pinjaman tersebut, hal ini sepenuhnya tanggung jawab mereka. Namun Prastowo menegaskan, utang non pemerintah itu sebenarnya bisa juga menyeret pemerintah jika terjadi wanprestasi.
“Tapi jika wanprestasi berisiko nyerempet pemerintah,” tuturnya.
Stafsus Sri Mulyani, Yustinus Prastowo. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Utang terselubung China itu juga tak masuk dalam skema Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia. Adapun data ULN sepenuhnya bisa diakses publik di Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan.
ADVERTISEMENT
Terkait utang BUMN yang dijamin, Prastowo memastikan utang ini dianggap kewajiban kontinjensi pemerintah. Kewajiban kontinjensi tersebut ini juga tidak akan menjadi beban yang harus dibayarkan pemerintah, sepanjang mitigasi risiko default dijalankan.
“Ini yang terjadi saat ini: zero default atas jaminan pemerintah,” kata dia.
Kewajiban kontinjensi memiliki batasan maksimal penjaminan oleh pemerintah. Batas maksimal pemberian penjaminan baru terhadap proyek infrastruktur yang diusulkan memperoleh jaminan pada 2020-2024 sebesar 6 persen terhadap PDB 2024.
“Dengan tata kelola seperti ini, mitigasi risiko dilakukan sedini mungkin dan tidak akan menjadi beban pemerintah, apalagi beban yang tak terbayarkan. Jadi sekali lagi, tak perlu dikhawatirkan sepanjang dikaitkan dengan pemerintah. Mari terus semangat dan berkolaborasi untuk negeri,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Lembaga riset Amerika Serikat (AS), Aiddata, melaporkan aliran dana utang terselubung China ke Indonesia. Ini diungkap dalam hasil riset berjudul Banking on the Belt and Road: Insights from a new global dataset of 13,427 Chinese Development Projects.
Dana yang diterima Indonesia dari China melalui skema ODA (Official Development Assistance), mencapai USD 4,42 miliar. Sedangkan yang diterima melalui skema OOF (Other Official Flows) lebih besar lagi, yakni USD 29,96 miliar.
Jika ditotal, utang terselubung yang disalurkan China ke Indonesia periode 2000-2017 mencapai USD 34,38 miliar atau dengan kurs saat ini setara Rp 488,9 triliun.