Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
SPKLU, 'Pom Bensin' Penyokong Kendaraan Listrik untuk Tekan Emisi Karbon
24 Oktober 2022 19:55 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ambisi pemerintah untuk mengurangi emisi karbon terlihat dari peningkatan target pengurangan emisi karbon dalam enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia, dari 29 persen menjadi 31,89 persen tanpa syarat dengan kemampuan sendiri, serta dari 41 persen menjadi 43,20 persen dengan dukungan internasional.
Sementara itu, transportasi merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM ), emisi GRK sektor energi pada tahun 2019 yaitu 638.452 Gg CO2 ekuivalen. Penyumbang emisi terbesar yakni industri produsen energi sebesar 43,83 persen.
Kemudian disusul sektor transportasi sebesar 24,64 persen, industri manufaktur dan konstruksi 21,46 persen, dan sektor lainnya 4,13 persen. Dalam kategori industri produsen energi, terdapat subkategori pembangkit listrik sebagai penghasil emisi terbesar.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, salah satu upaya pemerintah menurunkan emisi karbon di sektor transportasi adalah penggunaan kendaraan listrik. Bahkan baru-baru ini, Presiden Jokowi mengimbau seluruh pejabat pemerintah pusat dan daerah menggunakan mobil listrik dalam kesehariannya.
Imbauan yang tercantum dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) No 7 Tahun 2022 ditujukan untuk menteri, sekretaris kabinet, kepala staf kepresidenan, jaksa agung, panglima TNI, kepala kepolisian, kepala lembaga, hingga kepala daerah setingkat gubernur sampai bupati.
Seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap kendaraan listrik, otomatis kebutuhan infrastruktur penunjang juga semakin diperlukan, terutama Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU ) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU).
Peluang Pembangunan SPKLU
Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (Ditjen Gatrik) Kementerian ESDM telah menargetkan pemasangan SPKLU sepanjang 2022 ada 693 unit di seluruh Indonesia. Target tersebut meningkat cukup besar dari target yang ditetapkan tahun 2021 lalu sebanyak 572 unit.
ADVERTISEMENT
Hal ini merupakan salah satu upaya membangun ekosistem kendaraan listrik di Indonesia sesuai Perpres No 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) untuk Transportasi Jalan dan Permen ESDM No 13 Tahun 2020 tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik Untuk KBLBB.
Kendati demikian, Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan, Ida Nuryanti Finahari, mengungkapkan realisasi pemasangan SPKLU sepanjang 2021 masih jauh dari target, yaitu hanya terpasang 219 unit secara kumulatif, di mana sebanyak 114 unit dibangun oleh PLN.
Ida melanjutkan, target penggunaan kendaraan listrik roda empat di tahun 2021 sebanyak 125 ribu. Namun, sampai akhir tahun 2021 hanya terealisasi 1.760 unit. Meski begitu, rasio SPKLU dengan jumlah kendaraan listrik roda empat sudah mencapai 1:8, lebih tinggi dari rasio minimal yang direkomendasikan yaitu 1:10.
ADVERTISEMENT
Dengan asumsi ada 2,19 juta kendaraan listrik roda empat, diharapkan ada 31.859 unit SPKLU yang terpasang pada tahun 2030 mendatang. Dengan begitu, berdasarkan asumsi tersebut, peluang badan usaha menjajaki bisnis SPKLU menjadi sangat menjanjikan.
Di tahun 2022 ini, penjualan kendaraan listrik, terutama roda empat, semakin meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), tercatat penjualan mobil listrik terus meningkat setiap tahunnya. Adapun realisasi sejak Januari-Juli 2022, penjualan mobil listrik dari pabrik ke dealer (wholesale) mencapai 2.051 unit (1415 HEV, 626 BEV).
Selain PLN yang mendapatkan mandat membangun SPKLU dan SPBKLU di Indonesia, badan usaha swasta juga diharapkan dapat membantu mencapai target pemerintah tersebut. Salah satunya adalah PT Surya Utama Nuansa atau SUN Group.
ADVERTISEMENT
SUN Group merupakan perusahaan pengembang proyek EBT, dengan fokus utama PLTS. Perusahaan yang didirikan sejak tahun 2016 ini beroperasi melalui empat unit bisnis utamanya. Pertama, SUN Energy yang menawarkan solusi sistem energi surya di gedung-gedung berskala besar.
Kemudian, SUNterra yang menyediakan teknologi solar untuk kawasan pemukiman. SUN Solutions mengutamakan layanan energi surya berdasarkan kebutuhan konsumen, dan terakhir adalah SUN Mobility, untuk mendukung infrastruktur transportasi yang ramah lingkungan melalui pembangunan stasiun pengisian tenaga surya.
Adapun SUN Group memiliki tujuan memproduksi listrik dari tenaga surya mencapai 2 gigawatt peak (GWp) pada tahun 2025. Hingga saat ini, SUN Group telah mempekerjakan lebih dari 100 orang dan telah memiliki lebih dari 200 MWp proyek solar di Indonesia, Thailand, Taiwan, dan Australia.
ADVERTISEMENT
Tantangan Pembangunan SPKLU
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, menyebutkan infrastruktur kendaraan listrik di Indonesia memang masih cukup minim dan perlu segera dilakukan penambahan. Hal ini mengingat tren penggunaan kendaraan listrik ke depan akan cukup besar.
“Hanya saja saya kira minimnya ini masih dalam kategori yang wajar. Karena memang saat ini populasi kendaraan listrik juga masih belum banyak,” ujar Mamit kepada kumparan, Senin (17/10).
Mamit mengutip data Kementerian Perhubungan (Kemenhub) per Juli 2022, jumlah kendaraan listrik yang beredar saat ini hanya 22.671 unit yang terdiri mobil barang 6 unit, mobil bus 43 unit, sepeda motor 19.698 unit, roda 3 270 unit, mobil penumpang 4 roda 2.654 unit.
“Jadi jumlahnya memang masih sangat sedikit sekali. Ke depan, tren kendaraan listrik mulai ada ya. Apalagi dengan terbitnya Inpres No 7/2022 jika ini berjalan optimal maka akan menjadi showcase bagi masyarakat untuk beralih ke kendaraan listrik,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, lanjut Mamit, pengembangan ini harus didorong oleh faktor lain terutama dari sisi harga. Menurut dia, pemerintah harus bisa memberikan kebijakan yang menarik sehingga masyarakat bisa beralih ke mobil listrik dengan harga yang terjangkau.
“Misalnya dari sisi pajak dengan pajak yang murah, atau kebijakan lain sehingga masyarakat tertarik. Terus juga dorong agar kendaraan listrik ini diproduksi di dalam negeri sehingga harganya bisa menjadi lebih murah,” jelasnya.
Selanjutnya adalah ketersediaan. Mamit menuturkan, saat ini inden mobil listrik cukup lama. Hal ini membuat masyarakat jadi malas untuk beralih. Selain itu dari sisi desain kendaraan listrik terutama mobil harus sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia yang suka muat banyak atau MVP.