Sri Mulyani Bayar Utang Burden Sharing Rp 100 Triliun ke BI Lewat Debt Switching

27 Desember 2024 16:08 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) berbincang dengan Gubernur BI Perry Warjiyo berbincang rapat kerja pengesahan tingkat pertama RAPBN tahun 2020. Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) berbincang dengan Gubernur BI Perry Warjiyo berbincang rapat kerja pengesahan tingkat pertama RAPBN tahun 2020. Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan pembayaran utang burden sharing senilai Rp 100 triliun kepada Bank Indonesia (BI) dilakukan melalui mekanisme debt switching.
ADVERTISEMENT
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam hasil Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2021, mencatat terdapat SBN seri variable rate yang khusus dijual kepada BI di pasar perdana senilai Rp 612,56 triliun.
Utang tersebut akan jatuh tempo pada 2025 senilai Rp 100 triliun. Kemudian pada 2026 senilai Rp 154,5 triliun, 2027 senilai Rp 154,5 triliun, 2028 senilai Rp 152,06 triliun, dan pada 2029 senilai Rp 51,5 triliun.
Debt switch bukanlah mekanisme baru. Sejak pertama kali diterapkan pada tahun 2021, strategi ini telah menjadi bagian penting dari pengelolaan portofolio utang pemerintah.
Dalam rencana tahun 2025, mekanisme ini akan diterapkan untuk menangani SBN yang jatuh tempo, yang sebelumnya merupakan bagian dari kesepakatan bersama Menteri Keuangan dan Gubernur BI pada tahun 2020.
ADVERTISEMENT
"Pembelian SBN dari pasar sekunder oleh Bank Indonesia akan dilakukan dari pelaku pasar dan melalui mekanisme pertukaran SBN secara bilateral (bilateral debt switch) dengan Pemerintah," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso dalam keterangan resminya, Jumat (27/12).
Selain menggantikan SBN jatuh tempo dengan SBN reguler yang dapat diperdagangkan di pasar, pemerintah juga memastikan tenor SBN pengganti lebih panjang. Selaras dengan kebutuhan operasi moneter BI dan kesinambungan fiskal.
Langkah ini tidak hanya memberikan ruang fiskal bagi pemerintah untuk mengelola anggaran secara lebih fleksibel, tetapi juga mengurangi tekanan terhadap likuiditas pasar. Dengan demikian, debt switch diharapkan dapat menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sekaligus memitigasi risiko ekonomi global yang kian dinamis.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) memberikan selamat kepada Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kiri) usai pelantikannya di Mahkamah Agung, Jakarta, Rabu (24/5/2023). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Lebih lanjut, pemerintah berencana menerbitkan SBN secara terukur dan fleksibel, baik melalui penawaran umum maupun transaksi bilateral. Dalam pelaksanaannya, pengelolaan portofolio utang akan menerapkan prinsip kehati-hatian dan didukung oleh manajemen risiko yang kuat. Strategi ini mencakup berbagai instrumen, jadwal penerbitan, dan metode yang dirancang untuk menjaga struktur utang tetap sehat.
ADVERTISEMENT
Dari sisi Bank Indonesia, rencana pembelian SBN dari pasar sekunder menjadi bagian dari kebijakan moneter yang bertujuan menjaga kecukupan likuiditas.
BI akan mempertimbangkan kebutuhan likuiditas karena kenaikan uang primer serta faktor lain seperti lalu lintas devisa dan operasi keuangan pemerintah. Dengan menjadikan SBN sebagai underlying asset, BI juga berkomitmen menjaga stabilitas pasar dan nilai tukar.
Tahun 2025 diperkirakan menjadi tahun penuh tantangan, dengan ketidakpastian ekonomi global yang terus meningkat. Kenaikan suku bunga global, volatilitas pasar keuangan, dan tekanan terhadap nilai tukar menjadi risiko yang harus diantisipasi.
Oleh karena itu, sinergi kebijakan fiskal dan moneter melalui mekanisme seperti debt switch sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan.
"Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia berkomitmen bahwa penerbitan dan pembelian SBN dilakukan secara transparan, akuntabel, sesuai mekanisme pasar, dan dengan tata kelola yang kuat," kata Denny.
ADVERTISEMENT