Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Sri Mulyani Beberkan Penyebab Rasio Pajak RI Rendah Sejak Zaman Orba
28 Juni 2021 16:10 WIB
·
waktu baca 2 menitDiperbarui 13 Agustus 2021 13:43 WIB

ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut rasio pajak Indonesia tidak mengalami kenaikan signifikan sejak zaman orde baru 1998 hingga tahun lalu. Hal ini disebabkan oleh banyaknya sektor informal dalam perekonomian hingga rendahnya kepatuhan wajib pajak.
ADVERTISEMENT
"Rasio pajak justru mengalami penurunan. Struktur perpajakan belum berubah dalam 10 tahun terakhir, peningkatan pendapatan per kapita dalam kurun waktu 1998-2020 belum diiringi peningkatan tax ratio," ujar Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (28/6).
Menurut Menkeu, rasio pajak yang rendah itu tak sejalan dengan pendapatan per kapita yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Selain itu, pemberian fasilitas atau insentif perpajakan juga disebut menggerus penerimaan negara.
“Masih banyak pelaku ekonomi yang belum masuk di dalam sistem, dan juga adanya pemberian berbagai insentif fasilitas perpajakan yang kemudian menggerus penerimaan perpajakan, juga penyebab rasio pajak tidak mengalami pertumbuhan berarti,” jelasnya.
Adapun kontribusi pajak yang rendah berasal dari sektor pertanian, konstruksi, dan real estat. Menurutnya, ini karena adanya kebijakan pembebasan atau exemption dan rezim pajak final.
ADVERTISEMENT
“Kinerja pajak sektor manufaktur juga menurun dalam beberapa tahun terakhir, namun sektor perdagangan kinerjanya meningkat. Lalu, rasio pajak sektor manufaktur cenderung turun, namun masih relatif tinggi,” kata dia.
Untuk itu, Sri Mulyani membeberkan pentingnya melakukan reformasi perpajakan secara adil, sehat, efektif, dan akuntabel. Tujuannya adalah demi menjaga instrumen APBN secara berkelanjutan.
Reformasi pajak mencakup dua bagian, yaitu reformasi kebijakan dan reformasi administrasi. Di dalam reformasi kebijakan, yang dilakukan ialah memperluas basis pajak, menjawab tantangan competitiveness, insentif yang terukur, efisien dan adaptif serta fokus pada sektor bernilai tambah tinggi dan menyerap tenaga kerja.
"Lalu reformasi kebijakan juga harus mengurangi distorsi dan exemption berlebihan dan memperbaiki progresivitas pajak,” ucapnya.
Dari sisi reformasi administrasi, pelaksanaannya harus simpel dan efisien, menjamin kepastian hukum perpajakan, data dan informasi dikelola secara optimal, melakukan adaptasi terhadap perkembangan struktur ekonomi, mengikuti tren dan best practices secara global dan meningkatkan kepatuhan pajak.
ADVERTISEMENT