Sri Mulyani Diminta Waspada Gunakan Dana Cadangan untuk Subsidi Energi

31 Mei 2022 10:02 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Acara Penandatanganan Perjanjian oleh Indonesia Investment Authority (INA) Tahun 2022, di Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan, Kamis (14/4/2022). Foto: Lukas/Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Acara Penandatanganan Perjanjian oleh Indonesia Investment Authority (INA) Tahun 2022, di Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan, Kamis (14/4/2022). Foto: Lukas/Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Pemerintah meminta Kementerian/Lembaga (K/L) menambah dana cadangan total Rp 24,5 triliun. Dana cadangan ini digunakan untuk kebutuhan mendesak yang diakibatkan kenaikan harga komoditas energi dan pangan.
ADVERTISEMENT
Dana cadangan juga dapat dimaksimalkan untuk tambahan subsidi energi, termasuk kompensasi kepada Pertamina dan PLN. Meski begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani diminta waspada dalam menggunakan dana tersebut.
Menyoroti kebijakan pemerintah tersebut, Direktur Center of Law and Economic Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai, dana cadangan yang disiapkan pemerintah tidak akan cukup.
"Selain menambah dana cadangan subsidi energi, pemerintah perlu antisipasi dengan melakukan realokasi anggaran belanja rutin maupun belanja program," kata Bhima ketika dihubungi kumparan, Selasa (31/5).
Tidak menutup kemungkinan, menurut Bhima, belanja pegawai dan barang kembali dipangkas. Kemudian, windfall keuntungan ekspor batubara, sawit dan bahan komoditas bisa diprioritaskan sebagai subsidi silang ke energi.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira. Foto: Ulfa Rahayu/kumparan
Bhima menyarankan pemerintah untuk menunda realisasi proyek infrastruktur yang belum mendesak pelaksanaanya, misalnya anggaran persiapan Ibu Kota Negara (IKN). "Setidaknya 30 persen dari total anggaran Proyek Strategis Nasional (PSN) masih ada ruang untuk digeser untuk pemenuhan kebutuhan subsidi energi," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky berharap pemerintah tidak mengambil utang sebagai jalan keluar permasalahan ini.
"Ambil dari utang tricky karena memang sekarang suku bunga atau biaya utang terus meningkat seiring dengan pengetatan moneter global," jelas Riefky kepada kumparan, Selasa (31/5).
Riefky melanjutkan, sewaktu-waktu pemerintah perlu mengadakan refocusing alokasi.
Serupa, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Ninasapti Triaswati mengatakan, keputusan untuk mengambil utang adalah keputusan yang tidak bijak.
"Jika utang Indonesia bertambah karena naiknya pengeluaran subsidi energi dalam APBN, maka yang terutama menikmati utang akibat subsidi tersebut adalah kelompok kaya," kata Nina ketika dihubungi kumparan, Selasa (31/5).
Menurutnya, daripada daripada menambah utang untuk subsidi energi, lebih baik pemerintah menggunakan uang tersebut untuk meningkatkan produksi BBM domestik dan untuk segera membangun kilang agar minyak produksi Indonesia dapat digunakan untuk konsumsi rakyat di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Selain itu, lebih baik uang untuk subsidi energi digunakan untuk membantu rakyat miskin secara langsung (bantuan tunai) maupun tidak langsung yaitu menambah subsidi pangan dan transportasi publik untuk rakyat miskin " pungkasnya.
Dihubungi secara terpisah, Ekonom CORE Yusuf Rendy mengatakan, nominal yang dipersyaratkan pemerintah relatif tergantung dari apa yang perlu dipersiapkan dalam menghadapi ketidakpastian di tahun ini.
"Hanya yang perlu menjadi catatan mengenai automatic adjustment ini memang perlu dilakukan secara hati-hati jika tidak dilakukan sehari-hari maka sesungguhnya automatic adjustment ini berpotensi mengurangi peran dari belanja pemerintah untuk mendorong proses pemulihan ekonomi di sepanjang tahun ini," jelas Yusuf kepada kumparan, Selasa (31/5).
Yusuf melanjutkan, kemampuan fiskal meskipun bertambah di sisi belanja namun di sisi penerimaan fiskal berpotensi mendapatkan info dari kenaikan harga komoditas. Sehingga info ini sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai automatic adjustment dalam mengantisipasi meningkatnya penerimaan atau belanja negara di kemudian hari.
ADVERTISEMENT