Sri Mulyani Gelontorkan Rp 265,6 Triliun untuk Insentif PPN 12 Persen di 2025

16 Desember 2024 12:17 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan keterangan pers APBN KiTa di Jakarta, Rabu (11/12/2024). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan keterangan pers APBN KiTa di Jakarta, Rabu (11/12/2024). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menggelontorkan anggaran sebesar Rp 265,6 triliun untuk program insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 2025. Kebijakan ini diambil untuk memberikan manfaat kepada berbagai sektor masyarakat, dari bahan pokok hingga jasa strategis, dan menyesuaikan dengan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen.
ADVERTISEMENT
“Kalau kita lihat tahun depan Rp 265,6 triliun untuk pembebasan PPN saja itu kenaikannya cukup tajam dibandingkan dua tahun terakhir atau bahkan lima tahun terakhir. Berbagai program pemerintah sebetulnya dalam hal ini dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Senin (16/12).
Sri Mulyani menjelaskan, salah satu fokus insentif adalah pembebasan PPN untuk bahan makanan. Dalam hal ini, bahan makanan tidak akan dikenakan PPN.
"PPN yang dibebaskan untuk bahan makanan, artinya bahan makanan bahkan tidak membayar 10 persen atau naik waktu itu 11 persen atau akan naik ke 12. Mereka PPN-nya 0 persen, dan nilai PPN-nya adalah Rp 77,1 triliun, itu pemerintah yang menanggung," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Rincian tersebut mencakup kebutuhan pokok seperti beras, jagung, kedelai, gula, susu segar, kacang-kacangan, unggas, dan lainnya sebesar Rp 50,5 triliun. Serta hasil perikanan dan kelautan sebesar Rp 26,6 triliun.
Sri Mulyani menekankan, pemerintah juga memberikan insentif pajak untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Total insentif untuk UMKM mencapai Rp61,2 triliun. Mayoritas barang dagangan di warung-warung kecil juga tidak dikenakan PPN, memberikan dampak langsung kepada masyarakat.
"Untuk UMKM, PPN dengan omzet usahanya Rp 4,8 miliar per tahun, dia hanya dikenakan 0,5 persen final. Dan untuk UMKM ini, teman-teman media, saya ulang ya, kalau omzetnya belum mencapai Rp 500 juta tidak membayar PPh. Jadi dia tidak bayar PPh, dia tidak bayar PPN," ungkapnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (kiri) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berjalan usai rapat terbatas (ratas) bersama Presiden Prabowo Subianto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (13/12/2024). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Sektor transportasi juga mendapatkan perhatian dengan total insentif PPN Rp 34,4 triliun. Anggaran ini mencakup pembebasan PPN untuk jasa angkutan umum sebesar Rp 23,4 triliun, freight forward dengan tarif khusus Rp 7,4 triliun, dan pengiriman paket Rp 2,6 triliun.
ADVERTISEMENT
Selain itu, jasa pendidikan dan kesehatan tetap dibebaskan dari PPN, dengan masing-masing nilai insentif sebesar Rp 26 triliun dan Rp 4,3 triliun. "Mau yang biaya sekolahnya Rp 0 sampai yang biaya sekolahnya ratusan juta, ini selama ini tidak terkena PPN," tegas Sri Mulyani.
Jasa keuangan dan asuransi mendapat insentif PPN Rp 27,9 triliun. Sektor otomotif mendapatkan Rp 11,4 triliun untuk mendukung permintaan dan industri, sementara sektor properti menerima PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar Rp 2,1 triliun.
Barang strategis seperti listrik dan air bersih juga dibebaskan dari PPN. "Untuk listrik tadi yang di bawah 6,600 VA, PPN yang dibebaskan nilainya mencapai Rp 12,1 triliun. Sedangkan air bersih juga tidak membayar PPN sebesar Rp 2 triliun," jelas Sri Mulyani.
ADVERTISEMENT
Pemerintah juga memberikan insentif perpajakan untuk kawasan industri dengan tujuan menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan manufaktur. Kawasan bebas serta jasa keagamaan dan pelayanan sosial juga mendapatkan pembebasan PPN.