Sri Mulyani Jamin Ekonomi RI Tak Akan Bernasib Seperti Sri Lanka

13 Juli 2022 11:51 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Demonstran unjuk rasa di dalam Gedung Presiden, setelah Presiden Gotabaya Rajapaksa melarikan diri, di Kolombo, Sri Lanka, Sabtu (9/7). Foto: Dinuka Liyanawatte/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Demonstran unjuk rasa di dalam Gedung Presiden, setelah Presiden Gotabaya Rajapaksa melarikan diri, di Kolombo, Sri Lanka, Sabtu (9/7). Foto: Dinuka Liyanawatte/REUTERS
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, ekonomi Indonesia tak akan mengalami nasib seperti Sri Lanka. Adapun saat ini Sri Lanka terancam mengalami resesi karena negaranya bangkrut akibat utang yang menggunung, cadangan devisa yang menipis, hingga gagal bayar.
ADVERTISEMENT
Menkeu mengatakan, saat ini dunia memang mengalami tekanan yang sama akibat pandemi COVID-19 dan situasi geopolitik yang bergejolak. Selain itu, kenaikan harga-harga juga menyebabkan lonjakan inflasi sehingga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi.
"Seluruh dunia menghadapi konsekuensi geopolitik dalam bentuk kenaikan bahan-bahan makanan, kenaikan harga energi yang mendorong lebih tinggi lagi inflasi setelah meningkat akibat pandemi," kata Sri Mulyani saat konferensi pers rangkaian G20 di Nusa Dua Bali, Rabu (13/7).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti pertemuan pertama G20 Joint Finance Health Ministerial Meeting di Sleman, DI Yogyakarta, Selasa (21/6/2022). Foto: Wahyu Putro A/ANTARA FOTO
Sri Mulyani mengatakan, saat ini inflasi di negara-negara maju sudah mengalami kenaikan dan memaksa mereka mengambil kebijakan antisipatif. Namun tidak semua negara bisa bertahan dari kondisi global saat ini.
"Beberapa negara kalau kondisi awalnya tidak kuat apalagi sesudah dua tahun dihadapkan pada pandemi ketidakkuatan itu dilihat dari berbagai faktor. Pertama, neraca pembayarannya. Yaitu apakah thread account, capital account, cadangan devisanya memadai dari negara tersebut dampaknya kepada nilai tukar," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani melanjutkan, hal lain yang menjadi perbedaan adalah ketahanan ekonomi suatu negara berbeda. Apalagi, harga pangan dan energi serta pemulihan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih akibat dari dampak pandemi COVID-19 dua tahun terakhir.
"Jadi kalau mereka mengalami kontraksi dalam akibat pandemi dan belum pulih ditambah dengan kemudian inflasi yang tinggi yang sekarang ini terjadi, ini akan makin menimbulkan kompleksitas suatu negara. Kemudian mereka juga akan melihat dari sisi monetary policy-nya," jelas Menkeu.
Tak hanya itu, kondisi utang pemerintah maupun swasta di Indonesia juga dinilai masih aman. Kondisi fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga masih sehat dengan level defisit yang masih terkendali sesuai dengan target pemerintah.
"Mereka akan lihat dari sisi APBN-nya, apakah APBN-nya cukup kuat defisitnya terkendali dan juga dari sisi jumlah utang terhadap GDP dan debt service dari utang itu jadi tidak hanya level tapi juga khususnya," tambahnya.
ADVERTISEMENT
=====
Ikuti program Master Class Batch 2, 3 hari pelatihan intensif untuk para pelaku UMKM, gratis! Daftar sekarang di LINK INI