Sri Mulyani Masih Sulit Tarik Pajak Penghasilan Google Cs

27 Maret 2024 20:18 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani dalam Editor's Talk Forum Pemred di Gedung Antara, Jakarta Pusat, Rabu (27/3).  Foto: Fadlan Nuril Fahmi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani dalam Editor's Talk Forum Pemred di Gedung Antara, Jakarta Pusat, Rabu (27/3). Foto: Fadlan Nuril Fahmi/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani mengaku sulit mengejar pajak penghasilan (PPh) perusahaan digital seperti Google, Facebook, Netflix, dan lainnya. Dengan banyaknya jumlah internet user Google di Indonesia, pajak yang diperoleh bisa lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
Saat ini kelompok negara 20 besar atau G20 belum memiliki keputusan soal penetapan pajak digital. Para menteri dalam forum G20 berdiskusi tidak hanya kehadiran perusahaan digital, namun market share yang diperoleh negara dengan beroperasinya perusahaan tersebut.
“Masalah tadi pertanyaan mereka banyak PPh enggak ya, PPh itu yang menggunakan pilar satu itu. Masih berantemnya di situ kan, kalau apabila sudah selesai, matur nuwun jadi ini,” kata Sri Mulyani dalam Editor's Talk Forum Pemred di Gedung Antara, Jakarta Pusat, Rabu (27/3).
Sri Mulyani menilai pembukaan data jumlah pengguna Google di Indonesia merupakan tahap awal yang harus pemerintah lakukan. Untuk menentukan kebijakan pajak yang adil, diperlukan data yang lebih akurat dan kredibel.
Ilustrasi Kantor Google. Foto: Shutter Stock
“Waktu kami menyampaikan ‘eh Google, kamu berapa user di Indonesia’ kan kita menggunakan saja yang gede-gede. Dari Kominfo, jumlah internet user dia pakai Google atau enggak, Google pokoknya kita klaim aja dibandingkan volume dia satu dunia, beberapa miliar (user) kita dapat segitu dong (pajaknya),” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani juga sempat curhat dimarahi oleh para netizen karena selalu memajaki masyarakat. Padahal, orang pribadi yang pendapatannya di bawah Rp 54 juta per tahun tidak dikenakan pajak.
Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 tahun 2024, pemerintah perlu menata ekosistem perusahaan platform digital dalam hubungannya dengan perusahaan pers untuk mendukung jurnalisme berkualitas.
Perusahaan platform digital ditetapkan berdasarkan kehadiran layanan platform digital di Indonesia. Di dalam perpres ditegaskan, perusahaan platform digital wajib mendukung jurnalisme berkualitas dengan memberikan perlakuan yang adil kepada semua perusahaan pers dalam menawarkan layanan platform digital.