Sri Mulyani Matangkan Omnibus Law Perpajakan, Ini Bocorannya

16 Desember 2019 17:07 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Sri Mulyani. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
Pemerintah sedang berupaya menyederhanakan aturan, salah satu caranya dengan membuat Omnibus Law. Omnibus Law adalah Undang-Undang yang punya daya jangkau luas, sehingga dapat merevisi banyak Undang-Undang sekaligus beserta peraturan-peraturan di bawahnya.
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, saat ini pemerintah khususnya melalui Menteri Hukum dan HAM terus berkoordinasi sebelum Omnibus Law masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di DPR.
Sri Mulyani mengungkapkan, ada Omnibus Law di Kemenkeu yang cukup penting atau super prioritas, yaitu bidang perpajakan. Rancangan itu bakal segera disampaikan langsung pemerintah ke DPR.
“Khusus untuk Kemenkeu karena kami diminta oleh Bapak Presiden untuk menjalankan salah satu Omnibus Law yang penting yang disebut super prioritas yaitu Omnibus Law di bidang perpajakan,” kata Sri Mulyani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (16/12).
“Maka kami mohon untuk mendapatkan waktu untuk konsultasi dan sekaligus menyampaikan rancangan tersebut yang nanti akan disampaikan oleh Bapak Presiden secara resmi melalui surat presiden (surpres) Insyaallah bisa diselesaikan minggu ini,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani menjelaskan, Omnibus Law di bidang perpajakan terdiri dari 28 pasal. Omnibus Law ini bakal mengamandemen 7 Undang-Undang sekaligus, yaitu UU PPH, UU PPN, UU KUP, UU Kepabeanan, UU Cukai, UU Pajak dan Retribusi Daerah, dan UU mengenai Pemerintah Daerah.
“28 pasal nanti diharapkan akan bisa terdiri dari 6 cluster isu yang dibahas,” ungkap Sri Mulyani.
Isu atau cluster pertama adalah meningkatkan investasi melalui penurunan tarif pajak PPH badan dan PPH untuk bunga. Sementara isu kedua adalah mengenai sistem teritorial, yaitu bagaimana penghasilan dari dividen luar negeri akan bebas pajak asal dia diinvestasikan di Indonesia. Selain itu juga untuk WNA yang merupakan subjek pajak dalam negeri kewajiban perpajakannya adalah khusus untuk pendapatannya di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
“Yang ketiga mengenai subjek pajak orang pribadi, ini tadi membedakan WNA dan WNI. Untuk orang Indonesia yang tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari mereka bisa berubah menjadi subjek pajak luar negeri, jadi tidak membayar pajak di Indonesia,” terang Sri Mulyani.
“Untuk orang asing yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari mereka menjadi subjek pajak di dalam negeri dan membayar pajak di Indonesia dari penghasilannya yang berasal dari Indonesia. Itu yang disebut pendefinisian mengenai subjek pajak,” lanjutnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan ceramah kepada Calon ASN Kementerian Keuangan. Foto: Helmi Afandi Abdullah
Sementara yang keempat adalah meningkatkan kepatuhan perpajakan dengan mengatur ulang sanksi dan imbalan bunganya. Sanksi perpajakan selama ini, kata Sri Mulyani, kalau orang telat atau kurang bayar maka sanksinya adalah cukup tinggi 2 persen sampai dengan 24 bulan. Sehingga itu menyebabkan suku bunga bisa mencapai 48 persen.
ADVERTISEMENT
“Sekarang kami menggunakan suku bunga yang berlaku di pasar plus sedikit sanksi administrasinya sehingga mengharapkan maka wajib pajak merasa mudah untuk lebih patuh kepada UU. Dan juga dari sisi pengkreditan pajak masukan terutama untuk barang-barang pertanian,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani membeberkan, isu kelima adalah mengenai ekonomi digital terkait pemajakan transaksi elektronik yang dibuat sama dengan pajak biasa. Hal itu termasuk penunjukan platform digital untuk memungut PPN dan bagi yang tidak memiliki badan usaha tetap di Indonesia akan bisa dipungut pajaknya.
“Ini terutama untuk merespons terhadap fenomena ekonomi digital di mana perusahaan-perusahaan itu tidak ada di Indonesia namun dia mendapatkan income di Indonesia seperti Netflix, Digital Amazon. Maka mereka tetap akan bisa kita pajaki dengan menyampaikan pengenaan pajak bagi subjek pajak luar negeri yang tidak ada di Indonesia,” tutur Sri Mulyani.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Sri Mulyani menuturkan cluster yang keenam dalam Omnibus Law ini adalah mengenai insentif pajak yang dimasukkan dalam satu cluster. Ia membeberkan, beberapa diantaranya adalah mengenai tax holiday, super deduction, tax allowance, Kawasan Ekonomi Khusus, sampai PPH untuk surat berharga.
“Tentu kita berharap bahwa di dalam pembahasan ini akan bisa dimulai pada saat masa sidang 2020 dimulai dan kita juga akan terus melakukan konsultasi dengan para stakeholder,” tutur Sri Mulyani.