Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa saat ini pemerintah bersama dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah membahas regulasi mengenai uang kripto di Indonesia. Salah satunya terkait persoalan pajak uang kripto.
ADVERTISEMENT
Menurut Menkeu, saat ini uang kripto masih diatur sebagai komoditas di Bappebti. Sementara itu, belum ada regulasi yang mengatur transaksi uang kripto .
“Selama ini itu (uang kripto) dimasukkan Bappebti karena dianggap komoditas, ini pun secara internasional kita juga perlu melihat practice seperti apa, bagaimana Kemenkeu atau bank sentral mulai step in, bagaimana bentuk regulasinya,” ujar Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (10/6).
“Kita dalam proses dengan Pak Gubernur (BI), dengan OJK, mendiskusikan mengenai hal itu,” lanjutnya.
Sri Mulyani menjelaskan, teknologi bergerak dengan sangat cepat. Untuk itu, regulasi juga harus sinkron dengan perkembangan tersebut.
“Karena kalau tidak, Indonesia juga akan ketinggalan dengan perubahan yang begitu besar,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Adapun saat ini uang kripto menjadi sangat populer di masyarakat akibat banyaknya likuiditas. Sehingga, orang mencari instrumen yang memiliki imbal hasil yang menarik.
“Jadi ironi, likuiditas banyak banget, tapi mencari tempat untuk penyalurannya, sehingga either mereka lari ke SBN atau kalau di AS ke Fed, atau ke cryptocurrency tadi,” tambahnya.
Tanggapan Sri Mulyani tersebut menjawab pertanyaan Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PDIP Andreas Eddy mengenai pemajakan uang kripto di Tanah Air. Menurut dia, jumlah investor uang kripto saat ini juga jauh lebih banyak dari investor di pasar modal. Namun, pemerintah belum memiliki cara untuk memajaki investor uang kripto.
“Contohnya saya lihat sekarang sektor untuk kejar penerimaan pajak. Ada satu movement investor di pasar modal 3,8 juta ini kan bisa di-track datanya di kustodian efek, tapi kalau investor kripto 5,6 juta itu lepas dari pemajakannya. Ini yang harus dipikirkan bagaimana,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Dirjen Pajak Suryo Utomo menjelaskan, saat ini pihaknya tengah melakukan diskusi bagaimana pemajakan Bitcoin Cs. Secara logika, ia menyebut persoalan Bitcoin dan uang kripto lainnya ini sama seperti investasi, sehingga ada keuntungan yang ditimbulkan.
"Pada waktu investasi tadi bertambah lebih besar, investasi Rp 1 juta bertambah menjadi Rp 3 juta. Jadi ada keuntungan di investor Rp 2 juta. Bagaimana memajakinya?," kata Suryo saat media briefing pajak, Senin (10/5).
Meski begitu, ia mengatakan, otoritas pajak harus betul-betul melihat apakah hasil investasi sebesar Rp 3 juta itu bisa ditukarkan dalam bentuk uang. Apabila sama seperti investasi konvensional lainnya, artinya ada penghasilan yang bisa dikenakan pajak.
"Nanti kita apakan? Oh memajakinya begini, nanti kita potong atau kita pungut misalnya. Jadi kami sekarang sedang betul-betul mendalaminya. Jadi bagaimana pemajakannya yaitu sama seperti penerima penghasilan yang lain," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Namun Suryo menambahkan, Ditjen Pajak perlu melihat model bisnis yang ada di cryptocurrency secara menyeluruh. Sebab dengan ketentuan yang ada, undang-undang (UU) yang bisa diterapkan untuk uang kripto adalah UU Pajak Penghasilan (PPh) atau UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).