Sri Mulyani: Perang Dagang Telah Terjadi, Eskalasinya Luar Biasa

4 Juni 2024 17:36 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan pesannya untuk para pejabat di tubuh Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC).  Foto: Dok. Instagram @smindrawati
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan pesannya untuk para pejabat di tubuh Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC). Foto: Dok. Instagram @smindrawati
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perang yang terjadi di dunia tidak hanya perang militer, melainkan juga perang dagang. Menurutnya, ketegangan geopolitik ini memicu timbulnya eskalasi yang tidak main-main.
ADVERTISEMENT
"Perang yang terjadi tidak hanya perang militer, perang dagang justru telah terjadi dan eskalasinya luar biasa. Dilihat dari jumlah restriksi dagang yang dilakukan atau diberlakukan antar negara, terutama antara blok di Amerika versus di RRT," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Selasa (4/6).
Sri Mulyani mengatakan di tahun 2019 ada 982 restriksi perdagangan yang muncul. Angka itu kemudian bertambah menjadi 2.491 restriksi di 2022.
Kemudian bertambah lagi menjadi 2.845 di 2022 dan 3.000 pembatasan perdagangan diberlakukan pada 2023 dengan nilai yang tinggi.
"Nilainya enggak kaleng-kaleng, kalau seperti tarif yang diberlakukan oleh pemerintah Biden ke produk Electric Vehicle, China itu 4 kali lipatnya artinya mencapai 100 persen," ungkap Sri Mulyani.
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani menjelaskan kondisi ini menimbulkan terjadinya disrupsi. Di sisi lain, seluruh dunia mengakomodir industrial policy yang dulu merupakan hal tabu.
"Negara memberlakukan industrial policy untuk men-secure (mengamankan) ekonomi dan industrinya masing-masing," ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani memberikan beberapa contoh industrial policy, salah satunya adalah chip act atau undang-undang semikonduktor dan Inflation Reduction Act (IRA) di AS.
"IRA seperti kebijakan menurunkan inflasi, tetapi sebenarnya aturan tersebut untuk onshoring investasi asing dari negara lain, terutama China, kembali ke AS dan untuk men-secure supply chain atau rantai pasok industri-industri strategis," tutur Sri Mulyani.