Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Sri Mulyani: RI Butuh Investasi USD 281 M untuk Kurangi Emisi Karbon hingga 2030
30 Maret 2023 11:00 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut Indonesia memerlukan dana USD 281 miliar atau sekitar Rp 4.002 triliun dalam kurun waktu tujuh tahun, guna memenuhi target Nationally Determined Contribution (NDC), yakni pengurangan emisi karbon sebesar 29 persen.
ADVERTISEMENT
"Pembiayaan sangatlah penting. Anda tidak bisa hanya memiliki komitmen tanpa sumber daya untuk mendukungnya. Menurut perkiraan, total pendanaan iklim yang diperlukan untuk mencapai NDC kita adalah Rp 4.002 triliun atau USD 281 miliar hingga tahun 2030," kata Sri Mulyani dalam acara Southeast Asia Development Symposium 2023 di Bali, Kamis (30/3).
Bendahara negara tersebut mengungkapkan, untuk memenuhi target investasi diperlukan kerja sama dari seluruh pihak baik pemerintah, swasta, hingga masyarakat dari keseluruhan perekonomian.
Secara kumulatif, hingga 2021 APBN sudah menggelontorkan Rp 313 triliun untuk membiayai transisi energi. Angka tersebut tentu sangat kecil atau setara dengan delapan persen dari total kebutuhan investasi.
"Oleh karena itu, sangat penting bagi kita semua untuk dapat merancang kerangka kebijakan dan peraturan yang tepat, serta iklim investasi. Sehingga kita dapat menarik lebih banyak partisipasi swasta baik domestik maupun global," terang dia.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Tebar Insentif Fiskal, Genjot Ekonomi Hijau
Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah akan menggunakan APBN untuk menjadi alat bantu demi mencapai penurunan emisi karbon.
Pertama, dari sisi penerimaan negara atau perpajakan, pemerintah akan menggunakan kebijakan perpajakan untuk memberikan insentif bagi dunia usaha. Insentif ini dimaksudkan agar dunia usaha mau beralih ke investasi ekonomi hijau.
Cara ini ditempuh dalam wujud pemberian tax holiday, tax allowance, pembebasan bea masuk impor, pengurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan penambahan Pajak Penghasilan (PPh) untuk pembangunan geothermal.
Bahkan pemerintah juga memberikan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk industri yang bergerak di pengembangan panas bumi dan energi baru dan terbarukan (EBT). Desain ini dibentuk agar pelaku usaha tertarik untuk masuk atau berinvestasi dalam bidang-bidang ekonomi hijau, terutama EBT.
ADVERTISEMENT
Kedua, lewat UU HPP, pemerintah juga telah memperkenalkan instrumen baru, yaitu pajak karbon. Instrumen kebijakan ini diharapkan membuat para pelaku usaha menyadari bahwa ada konsekuensi dari kegiatan ekonomi dalam bentuk emisi karbon.
"Dengan adanya pajak karbon dan mekanisme pasar karbon, kita akan terus mendorong inovasi teknologi dan investasi yang lebih efisien dan konsisten. Dalam konteks ini, maka kebijakan fiskal harus terus diadaptasikan, bagaimana nantinya sumber pendanaan yang dari pajak karbon digunakan sebagai dana atau sumber dana bagi investasi yang makin ramah lingkungan," ujarnya.