Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Sri Mulyani soal Utang Pemerintah Bengkak: untuk Bantu Rakyat, Tak Ada Pilihan!
10 Desember 2021 15:16 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan penjelasan soal utang pemerintah yang terus melambung di tengah pandemi. Menurutnya, utang dilakukan karena pemerintah tak lagi memiliki pilihan, sementara rakyat harus tetap dibantu.
ADVERTISEMENT
"Apakah itu (utang) harus dilakukan? Menurut saya ya iyalah, untuk bantu rakyat enggak ada pilihan, no choice. Apakah bisa dilakukan lebih baik? Pasti, makanya kita hati-hati," ujar Sri Mulyani seperti dikutip dari Youtube Gita Wirjawan "Sri Mulyani: Bijak & Inovatif Kelola Fiskal," Jumat (10/12).
Dia melanjutkan, utang juga sebagai salah satu instrumen pemerintah untuk menjalankan fungsi stabilisasi pada APBN. Utang juga dilakukan agar ekonomi Indonesia tidak terperosok sangat dalam akibat pandemi.
"Nah fungsi ini gimana? Dia nahan supaya jangan terjun payung, walau kita belum dapat penerimaan karena penerimaan lagi jatuh. Jadi kita harus berikan insentif dan bantuan sosial, meskipun kita enggak dapat penerimaan. Nanti ekonomi pulih, kita dapat (penerimaan) lagi," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Sri Mulyani, dalam kondisi ekonomi mengalami tekanan, utang bisa dilakukan. Hampir seluruh negara mengalami pelebaran defisit APBN dan peningkatan utang.
"Di Perppu boleh situasi tidak biasa itu tiga tahun saja. Oleh karena itu, tiga tahun ini 2020 lumpuh, penerimaan jatuh, pajak sampai minus 18 persen, total penerimaan kita turun 16 persen. Tapi belanja kita naik hampir 15 persen, sehingga belanja melonjak penerimaan jatuh, maka defisit 6 persen," kata Sri Mulyani.
Adapun di tahun depan merupakan tahun terakhir defisit APBN bisa di atas 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Sebab di 2023, defisit APBN harus bisa kembali di bawah 3 persen PDB.
Untuk mengatasi hal tersebut, menurut Sri Mulyani, pemerintah telah melakukan berbagai langkah reformasi, mulai dari UU Cipta Kerja hingga UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Hal ini bertujuan untuk kembali memulihkan ekonomi dan menyehatkan APBN.
ADVERTISEMENT
"Sehingga waktu ekonominya pulih, kita bisa ngumpulin penerimaan, supaya APBN sehat. Kalau Indonesia hadapi yang enggak bagus, APBN sudah siap," tambahnya.
Adapun per akhir Oktober 2021, total utang pemerintah mencapai Rp 6.687,28 triliun. Utang ini setara dengan 39,69 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jika dibandingkan dengan posisi September 2020, posisi utang ini meningkat Rp 809,57 triliun.
Adapun utang pemerintah selama 2020 juga disorot Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena beberapa hal. Pertama, utang pemerintah dinilai melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR), yaitu rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen melampaui rekomendasi IMF sebesar 25-35 persen.
Kedua, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6-6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7-10 persen.
ADVERTISEMENT
Ketiga, rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369 persen melampaui rekomendasi IDR sebesar 92-167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90-150 persen. Selain itu, Indikator kesinambungan fiskal 2020 tercatat sebesar 4,27 persen melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411-Debt Indicators yaitu di bawah 0 persen.