Sri Mulyani Terbitkan Aturan Baru Soal PPN atas Agunan, Ini Rinciannya

19 April 2023 20:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat penyampaian SPT elektronik di Kantor Dirjen Pajak, Jakarta, Selasa (10/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat penyampaian SPT elektronik di Kantor Dirjen Pajak, Jakarta, Selasa (10/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan aturan terbaru mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas agunan. Aturan tersebut dimuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 41 Tahun 2023 tentang PPN atas Penyerahan Agunan yang Diambil Alih (AYDA) oleh Kreditur kepada Pembeli Agunan.
ADVERTISEMENT
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak, Dwi Astuti, menjelaskan penyerahan AYDA oleh kreditur kepada pembeli agunan sebenarnya termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang dikenai PPN.
Hal tersebut telah diatur dengan jelas dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022, tentang Penerapan terhadap PPN dan PPnBM yang juga mengamanatkan pengaturan lebih lanjut dalam PMK mengenai tata cara pemungutan PPN-nya.
"Karenanya, pada 13 April 2023, pemerintah telah mengundangkan PMK Nomor 41 Tahun 2023 tentang PPN atas Penyerahan Agunan yang Diambil Alih (AYDA) oleh Kreditur kepada Pembeli Agunan untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat," kata Dwi dalam keterangan resminya, Rabu (19/4).
Ilustrasi pelaporan SPT Pajak Tahunan. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Adapun pokok pengaturan dalam beleid tersebut di antaranya terkait besaran tertentu PPN, saat terutang, tata cara pemungutan, penyetoran, pelaporan, serta terkait pengkreditan pajak masukannya.
ADVERTISEMENT
Dwi menyebut yang menjadi subjek pajak pemungut dalam transaksi ini adalah kreditur atau lembaga keuangan dengan objek berupa penjualan AYDA oleh lembaga keuangan kepada pembeli agunan.
"Jumlah PPN yang dipungut dihitung dengan menggunakan besaran tertentu sebesar 10 persen dari tarif PPN (1,1 persen) dikali harga jual agunan. Oleh karenanya, lembaga keuangan tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas pengenaan PPN ini. Untuk saat terutangnya adalah pada saat pembayaran diterima oleh lembaga keuangan sehingga hal itu tidak akan membebani cash flow lembaga keuangan tersebut," ujarnya.
Lebih lanjut, lembaga keuangan dalam melakukan pemungutan PPN, dapat menggunakan dokumen tertentu yang disamakan dengan Faktur Pajak.
"Ketentuan ini mulai berlaku sejak 1 Mei 2023," katanya.