Sri Mulyani Ungkap Kebijakan Trump Bisa Picu Lonjakan Harga Minyak

30 April 2025 13:54 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Sri Mulyani dan jajarannya dalam konferensi pers APBN KiTa di Kantor Kementerian Keuangan, Rabu (30/4/2025). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani dan jajarannya dalam konferensi pers APBN KiTa di Kantor Kementerian Keuangan, Rabu (30/4/2025). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti potensi guncangan harga minyak akibat kebijakan luar negeri Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Ia menyebut, dinamika geopolitik serta keputusan negara-negara besar seperti AS dapat secara langsung memengaruhi asumsi makro yang digunakan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
ADVERTISEMENT
Bendahara negara itu mengungkapkan, kebijakan luar negeri Trump dalam periode keduanya dinilai bisa memicu ketegangan baru. Terutama terhadap negara-negara produsen minyak utama seperti Iran dan Rusia. Sehingga berpotensi mendorong harga minyak naik tajam.
"Volatilitas geopolitik dan keputusan-keputusan negara termasuk negara-negara yang berpengaruh bisa mempengaruhi harga minyak," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di Kantor Kementerian Keuangan, Rabu (30/4).
Dalam penyusunan APBN 2025, pemerintah menetapkan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) di angka USD 71,1 per barel untuk end of period. Namun, hingga akhir Maret, realisasi year to date mencapai USD 74,1 per barel, sedikit di atas proyeksi.
Sri Mulyani juga mengungkapkan, pemerintah pada tahun 2024 menggunakan asumsi USD 82 per barel, namun realisasinya hanya USD 71,6 end of period dan USD 78,1 rata-rata sepanjang tahun.
ADVERTISEMENT
Selain ancaman dari luar negeri, sektor energi nasional juga menghadapi tantangan dari dalam negeri. Realisasi lifting minyak dan gas pada kuartal pertama 2025 masih di bawah target. Untuk minyak, dari asumsi 605 ribu barel per hari, realisasi hanya 573,9 ribu barel per hari. Sementara lifting gas tercatat 985,7 ribu barel per hari, lebih rendah dari target 1.005.000.
Pemerintah pun mendorong Pertamina dan para kontraktor migas untuk meningkatkan kinerja eksplorasi dan produksi agar tidak terlalu bergantung pada kondisi pasar global.
“Ini menjadi salah satu hal di mana Pertamina maupun KKS yaitu mereka yang memegang konsesi untuk eksplorasi minyak dan gas untuk bisa terus meningkatkan lifting produksi dan lifting minyak di Indonesia,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT