Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Fenomena perusahaan rintisan (startup ) yang mengeluarkan biaya besar atau lazim disebut 'bakar duit' memang tak asing di telinga.
ADVERTISEMENT
Biasanya, hal itu digunakan sebagai strategi awal untuk menggaet konsumen agar mengenal hingga membentuk kebiasaan atas produk yang ditawarkan. Lantas, apa kata para pemodal venture terkait hal itu?
CEO PT Global Digital Prima (GDP) Venture, Martin Hartono tak menyangkal adanya fenomena tersebut dalam dunia permodalan startup. Namun, ia lebih memandangnya sebagai bentuk investasi.
"You musti investasi untuk bikin produknya, belum bisa jualan itu bakar duit. Itu pasti bakar duit," ujar Martin ketika ditemui kumparan pada acara Kemlu for Startup: Menarik Investasi Modal Ventura Lokal dan Internasional di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Senin (25/11).
Meski begitu, ia menekankan 'bakar duit' itu juga idealnya memiliki perhitungan bisnis. Dari sudut pandang pemodal venture seperti dirinya, startup semestinya mempertimbangkan soal pertumbuhan bisnis yang juga seimbang dengan profitnya yang meningkat.
ADVERTISEMENT
"Enggak makin grow malah profitnya malah jelek. Gitu loh. Mesti ngejar," kata putra pemilik grup bisnis Djarum, Robert Budi Hartono.
Menurutnya, minimal startup itu meskipun harus 'bakar duit' namun hasilnya setidaknya bisa break event point (BEP) atau pendapatan sama dengan pengeluaran.
"Sampai suatu hari bisa break event (BEP) dan bisa untung. Kita itu maunya perusahan yang untung dong. Kita lihat FB, Microsoft, Google. Itu semua perusahaan untung semua enggak ada perusahaan yang merugi. Itu yang saya rasa model profitability yang orang mesti contoh," ujarnya.
Sementara, Managing Partner of Ideosoure Venture Capital, Andi Boediman menilai pihaknya sebetulnya tak mempermasalahkan fenomena 'bakar duit' dalam mendanai startup .
"Karena sebenarnya yang kita lihat itu bukan seberapa banyak uang yang kita spend. Kita selalu berhitung customer acquisition cost (biaya menggaet pelanggan), di-compare lift and value (peningkatan dan nilai perolehan) dari customer-nya," terangnya ditemui berbeda.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, nilai yang diperoleh idealnya mesti bisa mengejar biaya yang dikeluarkan untuk menggaet pelanggan. Dengan begitu, 'bakar duit' menjadi tak masalah bagi pemodal.
"Inilah sebenarnya matriks yang harus dihitung. Dan tidak bisa disamaratakan semua yang bakar duit itu jelek," ujarnya.