Startup Rugi tapi Masih Memikat Investor, Bagaimana dengan Industri?

8 Oktober 2019 15:31 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nic Whyte, Delivery Director & Co-Founder Art Processors, tech startup berbasis di Melbourne dengan spesialisasi merancang desain imersif untuk museum. Foto: Anggi Kusumadewi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Nic Whyte, Delivery Director & Co-Founder Art Processors, tech startup berbasis di Melbourne dengan spesialisasi merancang desain imersif untuk museum. Foto: Anggi Kusumadewi/kumparan
ADVERTISEMENT
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa saat ini dibutuhkan reformasi standar pelaporan keuangan. Hal itu perlu dilakukan lantaran jumlah perusahaan rintisan atau startup telah berkembang pesat.
ADVERTISEMENT
Menurut Sekretaris Jen‎deral Kemenkeu, Hadiyanto, standar pelaporan keuangan wajib disesuaikan agar dapat mengumpulkan data nonkeuangan yang dimiliki startup agar dapat tertulis dalam laporan keuangan.
"Standar pelaporan keuangan wajib dilakukan agar dapat mengcapture data atau nilai nonkeuangan agar dapat terefleksi dalam laporan keuangan sebagai alat pengambil keputusan," ucapnya saat memberi sambutan dalam Expo Profesi Keuangan di Kemenkeu, Jakarta, Selasa (8/10).
Dia menjelaskan, reformasi standar pelaporan keuangan itu harus seger‎a dilakukan lantaran di Amerika Serikat (AS), investor tetap bereaksi positif kepada startup merugi, namun langsung bereaksi negatif kepada industri yang merugi.
Hadiyanto mencontohkan, ‎Twitter yang saat melantai di bursa di 2013, valuasinya dinilai USD 24 miliar meski merugi. Selama 4 tahun berikutnya, Twitter masih tetap merugi namun respons investor masih positif.
ReCharge Station yang menyediakan penyewaan powerbank. Foto: Astrid Rahadiani/kumparan
"Demikian pula dengan Microsoft membayar USD 26 miliar untuk (membeli) Linkedin yang merugi pada 2016‎, dan Facebook membayar USD 19 miliar untuk WhatsApp pada tahun 2014 ketika tidak memiliki pendapatan atau laba," papar Hadiyanto.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, startup meski merugi namun masih dipandang positif oleh investor. Hal ini berbeda dengan General Electric (GE) yang melaporkan mengalami kerugian pertamanya dalam 50 tahun terakhir, namun harga saham GE turun 44 persen.
"Pertanyaannya, mengapa investor bereaksi negatif terhadap kerugian laporan keuangan untuk perusahaan industri, tetapi mengabaikan kerugian tersebut untuk perusahaan digital?" katanya.
Dari fakta itu, reformasi standar pelaporan keuangan yang dibutuhkan yakni pada penyesuaian mekanisme penilaian, pengukuran dan pengakuan terhadap aset tak berwujud, hingga melaporkan informasi non keuangan sehingga investor bisa melihat secara detail kondisi perusahaan.