Lipsus Stop Impor Pangan

Stop Impor Pangan 2025 Butuh Lebih dari Sekadar Nyali

30 Desember 2024 20:04 WIB
·
waktu baca 13 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemerintah ambil keputusan dengan berani menutup keran impor beras, jagung, gula, dan garam. Apakah langkah ini realistis? Atau hanya mengejar jargon swasembada pangan?
***
Menko Pangan Zulkifli Hasan dengan bangga mengumumkan bahwa pemerintah akan menutup keran impor empat komoditas pangan di tahun 2025. Empat pangan dimaksud adalah beras, jagung pakan, gula konsumsi, dan garam konsumsi.
Penutupan impor itu diumumkan Zulhas, sapaan Zulkifli Hasan, usai rapat Koordinasi Neraca Komoditas Pangan 2025 di kantornya, Senin (9/12). Rakor dihadiri semua kementerian dan lembaga yang berada di bawah koordinasi Kemenko Pangan, di antaranya Kementerian Pertanian dan Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Zulhas optimistis Indonesia dapat bebas dari impor untuk empat komoditas tersebut. Ia bahkan sempat melontarkan ucapan spontan bernada pujian atas kebijakan yang mereka buat, “Keren, kan?”
Menko Pangan Zulkifli Hasan memberikan keterangan pers usai Rapat Koordinasi Bidang Pangan di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (24/12/2024). Foto: Dok. Istimewa
Keputusan tersebut disebut sebagai perwujudan ambisi swasembada yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto. Prabowo menargetkan Indonesia berswasembada pangan paling lambat empat tahun setelah ia menjabat, artinya pada 2028.
“Saya telah merencanakan Indonesia harus segera swasembada pangan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Kita tidak boleh bergantung pada sumber makanan dari luar,” kata Prabowo dengan nada menggelegar saat berpidato pada hari pelantikannya di Gedung Nusantara MPR/DPR RI, Minggu (20/10).
Tak hanya untuk mencukupi kebutuhan pangan sendiri, Indonesia diyakini Prabowo dapat menjadi pusat pangan dunia.
“Saya yakin paling lambat 4–5 tahun kita akan swasembada pangan. Bahkan kita siap menjadi lumbung pangan dunia,” seru Prabowo.
Presiden Prabowo Subianto berpidato usai dilantik menjadi presiden periode 2024-2029 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Keputusan pemerintah menghentikan impor empat komoditas pangan tahun 2025 dianggap tindakan berani. Rencana itu pun diupayakan lebih cepat dari yang ditargetkan Prabowo. Namun begitu, rencana stop impor itu dipertanyakan.
Ayip Said Abdullah, Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), lembaga yang fokus di bidang pertanian dan pangan, menyambut baik cita-cita “stop impor”.
Bagaimanapun, Ayip pesimistis rencana itu bisa direalisasikan pemerintah pada 2025. Pasalnya, ia tak melihat strategi apik dari pemerintah untuk lepas dari ketergantungan impor pangan.
Menurut Ayip, upaya peningkatan produksi lokal tak berbeda dengan cara-cara sebelumnya; baru sekadar mekanisasi produksi dan subsidi-subsidi pupuk. Padahal konsekuensi pemberhentian impor adalah peningkatan produksi dalam negeri. Dalam hal ini, KRKP menilai pemerintah belum punya peta jalan yang berbeda dari pemerintahan sebelumnya untuk meningkatkan produksi.
Sejumlah pekerja memikul karung beras di Gudang Bulog Medan, Selasa (28/5/2024). Foto: Yudi Manar/ANTARA
Pemberhentian impor tanpa perencanaan atau perhitungan matang, ujar Ayip, berpotensi menimbulkan masalah baru.
Kepada kumparan, Kamis (26/12), Ayip berkata, “Perlu kita ingatkan pemerintah, enggak boleh main-main dengan sekedar memenuhi janji politik swasembada kemudian dipaksakan, salah satunya dengan menghentikan impor tanpa melihat persoalan ini secara sistemik dan keseluruhan.”
KRKP mendukung wacana stop impor pemerintah, tapi harus lewat skenario matang. Salah satunya dengan pembatasan impor komoditas secara bertahap hingga pada tahun tertentu tak lagi impor, sembari di sisi lain mengupayakan peningkatan produksi dalam negeri.
“Ketika importasi [dihentikan] directly; produksi belum cukup tapi [keran impor] ditutup demi kepentingan politik, yang kena itu lapisan bawah,” kata Ayip.
Ia menyebut situasi tersebut menyebabkan barang langka sehingga harga komoditas naik. Ayip menegaskan, KRKP bukan mendukung importasi, tapi memikirkan keberlanjutan dan kedaulatan pangan nasional tahun berikutnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, beras memang berpotensi tak impor tahun 2025. Bukan karena produksi lokal meningkat, tapi stok hasil impor tahun 2024 melimpah sehingga akan mampu menutupi kebutuhan awal tahun 2025, sebelum memasuki musim panen di bulan Maret.
Pertanyaannya: apakah stop impor hanya akan dilakukan tahun 2025?
Itu baru stok beras. Bagaimana dengan komoditas lain? Apakah rencana stop impor pangan 2025 adalah langkah realistis?
Pekerja memanggul karung berisi beras yang akan didistribusikan di Gudang Bulog Karang Asam Ulu II, Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (11/12/2024). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO

Stok Beras 2025 Ditopang Impor 2024

Senada dengan Ayip, Guru Besar Pertanian IPB Prof. Dwi Andreas Santosa juga menyatakan, Indonesia bisa tak impor beras tahun 2025. Peluang tak impor tersebut bukan karena produksi lokal bisa menutupi kebutuhan, tapi karena ditopang sisa impor tahun 2024.
“Jadi bukan prestasi sama sekali kalau tahun 2025 kita tidak impor, karena tadi pemerintah sudah numpuk beras dengan impor yang sangat tinggi di tahun 2024, tahun 2023 juga,” kata Andreas kepada kumparan, Jumat (27/12).
Ketersediaan beras nasional tahun 2025 nanti aman karena ditopang sisa stok 2024. Dari catatan Andreas, pemerintahan mengimpor beras secara besar-besaran pada 2023 dengan jumlah 3,063 juta ton dan 2024 diperkirakan mencapai 4,02 juta ton.
Hitung-hitungan Andreas, stok impor tahun 2024 ditambahkan produksi dalam negeri akan mengamankan persediaan beras awal tahun 2025 pada angka 7,5 juta ton. Kecukupan stok beras tahun 2025, tambah Andreas, murni karena impor tinggi tahun sebelumnya.
“Peningkatan produksi dan stock to use ratio awal tahun yang di atas 20 persen. Ini menyebabkan kita tidak akan impor beras lagi tahun 2025,” ungkap Andreas.
“Kalaupun ada impor, itu sageblek-gebleknya sajalah. Itu kacau sampai impor tahun 2025. Pasti ada kepentingan lain kan itu (kalau impor 2025). Jadi kalau berjalan normal, pasti kita tidak impor tahun 2025,” tambahnya.
Pekerja memanggul karung berisi beras yang akan didistribusikan di Gudang Bulog Karang Asam Ulu II, Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (11/12/2024). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI), Khudori juga membeberkan data serupa. Menurutnya, Bulog memiliki persediaan beras tinggi hingga awal tahun tahun 2025 karena stok impor tinggi di 2024.
Khudori mencatat, berdasarkan data Bulog, stok beras di gudang Bulog per 20 Desember 2024 mencapai 2,065 juta ton, dengan 89,1% adalah hasil impor. Stok ini merupakan realisasi kontrak beras yang sudah diteken Bulog untuk tahun 2024, yang totalnya mencapai 3,7 juta ton.
Selain impor, tahun ini Bulog juga menyerap beras domestik mencapai 1,262 juta ton. Beras domestik ini meliputi Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan pengadaaan komersil.
Sebagian besar perjanjian impor beras itu sudah direalisasikan Bulog dan 2 juta ton saat ini tersedia dalam stok gudang Bulog. Beras impor ini kemudian akan disalurkan untuk bantuan pangan dan keperluan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), yang masing-masing tersisa (belum disalurkan) 650 ribu ton dan untuk SPHP (sisa yang belum disalurkan) sebesar 73,5 ribu ton dari yang diperkirakan 1,45 juta ton sepanjang tahun 2024.
Ragam beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Kamis (4/7/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Sederhananya, 3,5 juta ton beras yang diimpor Bulog untuk tahun 2024 dikurangi (disalurkan) untuk bantuan pangan dan SPHP, maka akhir tahun 2024 tersisa sekitar 1,3 juta ton di gedung Bulog.
Stok ini disebut cukup untuk awal tahun hingga Idul Fitri. Ditambah lagi masih tersedia stok awal tahun 2024 sebesar 4,13 juta ton, stok beras berdasarkan hasil survei Bapanas dan BPS di Desember 2023 untuk melihat sebaran stok beras di masyarakat. Stok awal tahun 2024 sebanyak ditambahkan produksi dan impor tahun 2024 maka diperkirakan stok beras hingga awal tahun 2025 mencapai 7,074 juta ton.
Lalu persediaan beras akan semakin melimpah bulan berikutnya, Maret-April, karena memasuki musim panen, produksi. Pemerintah menargetkan produksi tahun 2025 hingga 32,29 juta ton dan konsumsi 31,037 juta ton. Ada surplus 1,253 juta ton.
“Kalau itu [target produksi 2025] tercapai, lalu konsumsi masyarakat 31 juta ton per tahun, sebetulnya memang kita tidak perlu impor, betul memang tahun depan stok cukup,” kata Khudori.
“Akhir tahun 2025 kira-kira akan ada stok total 8,3 juta ton, lebih besar dari stok akhir tahun 2024,” tambahnya.
Petugas mengecek gabah yang dikeringkan di Sentra Penggilingan Padi (SPP) Bulog di Karawang, Jawa Barat, Senin (20/5/2024). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Kendati pemerintah bisa tak impor beras, bukan berarti tak ada risiko dan tantangannya. Masalah keberlanjutan juga masih diragukan, karena tak impor beras tahun 2025 memungkinkan karena ditopang impor 2024.
Tantangan lain adalah yang akan dihadapi Bulog. Khudori ragu Bulog mampu menyerap produksi gabah domestik. Alasannya, mengenai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan di angka Rp 6 ribu per kilo gabah kering.
“Apakah di pasar ada gabah dengan harga Rp 6 ribu? Tidak ada. HPP sudah bertahun-tahun selalu ketinggalan dengan harga pasar, [HPP] selalu di bawah harga pasar,” jelas Khudori.
Bulog bisa saja membeli gabah harga di atas HPP dengan menggunakan kebijakan fleksibilitas. Namun, timpal Khudori, cara tersebut harus dipertanggungjawabkan Bulog ketika ada audit. Dan ini disebut jalan yang cukup rumit.
Buruh tani menyiapkan bibit padi yang akan ditanam di kawasan persawahan di Cibiru Hilir, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (3/12/2024). Foto: Raisan Al Farisi/ANTARA FOTO
Bulog juga sebenarnya bisa membeli sesuai harga pasar, tapi yang gabah yang dibeli tersebut tak ada kaitannya dengan Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Yang artinya, tujuannya bukan untuk penyaluran bantuan pangan atau operasi pasar. Bila pembelian rugi maka ditanggung Bulog, jika sebaliknya maka keuntungan akan diambil Bulog.
“Murni komersil … di luar [kebutuhan] penugasan pemerintah,” terang dia.
Kendati jalan ini juga dianggap tak begitu menggembirakan bagi Bulog. Sebab, stok Bulog untuk komersil selalu lebih kecil dibandingkan CBP.
Resikonya kemudian adalah bagaimana bila Bulog mendapatkan penugasan khusus untuk menyalurkan bantuan pangan atau BBP lainnya. Dari mana mereka mendapatkan gabah murah sementara HPP selalu di bawah harga pasar. Sementara stok yang dikelola hanya sisa impor dan penyerapan yang sedikit.
“Kalau ada penugasan-penugasan wajib dalam jumlah besar semisal, bantuan pangan beras pemerintah menetapkan pada 2025 diberikan setahun. Berarti 160 ribu ton dikali 12, jadi 1,92 juta ton. Kalau posisi Maret sisa stok 700 ribu ton, asumsi penyerapan domestik hanya bisa 1,2 juta ton [seperti 2024], ada penugasan wajib 1,92 juta ton ya habis berasnya,” ujar Khudori mempertanyakan.
“Jadi pertanyaan keberlanjutan sangat relevan bahwa kalau di tahun-tahun berikutnya tidak ada impor oleh Bulog apakah akan berkelanjutan?” tambahnya.
Tantangan lain yang dikhawatirkan Ayip adalah terkait pengendalian harga di masyarakat. Terutama harga yang berkeadilan untuk petani yang juga sekaligus bertindak sebagai konsumen.
“Saya agak worry soal peluang tumbuh dan berkembangnya manipulasi oleh kelompok-kelompok pemburu rente,” kata Ayip.
Buruh tani menyiapkan bibit padi yang akan ditanam di kawasan persawahan di Cibiru Hilir, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (3/12/2024). Foto: Raisan Al Farisi/ANTARA FOTO

Bagaimana dengan Jagung, Gula, Garam?

Beras sepertinya tak senasib dengan tiga komoditas lain. Beras sedikit tertolong dengan produksi domestik yang memang jadi perhatian pemerintah. Tapi tidak dengan jagung.
Jagung sebenarnya juga dianggap untuk tak impor tahun 2025. Tapi faktornya bukan karena produksi dalam negeri melambung, tapi permintaan yang tidak sebanyak komoditas lain. Terlebih jagung untuk pakan.
Minimnya permintaan jagung pakan, jelas Andreas, dipengaruhi pembatasan impor tahun 2016. Saat itu pemerintah mengurangi impor yang membuat peternak tak lagi menggunakan jagung sebagai sumber pakan. Beralih ke gandum, yang diimpor dan memiliki permintaan melimpah adalah gandum.
Khudori mencatat, produksi jagung dalam negeri tahun 2024 diperkirakan 15,2 juta ton, naik dibandingkan tahun lalu 2023. Dan angka ini dianggap akan stagnan karena fokus pemerintah adalah padi.
Bahkan perkiraan Andreas, produksi jagung berpotensi menurun di tahun 2025 karena yang digenjot adalah produksi padi. Sementara jagung selama ini hanya ditanam musiman di sawah-sawah yang juga tempat untuk menanam padi.
Ini menjadi tantangan lain bagi pemerintah bagaimana membagi dan membuat skenario antara produksi padi dan jagung. Kendati menurut Khudori, produksi 15 juta ton jagung dalam negeri cukup untuk memenuhi kebutuhan industri pakan maupun konsumsi.
Tahun 2024, tambah Khudori, pemerintah mengimpor sekitar 800 ribu sampai 1 juta ton jagung. Dan diperkirakan, stok jagung pakan akhir tahun 2024 ini 3,5 juta dan akan menjadi stok awal 2025.
“Apakah tahun 2025 kita akan bisa stop sama sekali impor jagung? Impor jagungnya, kan, enggak banyak sebenarnya saat ini, kan. Ya kemungkinan bisa [tidak impor]” kata Andreas.
Anggota kelompok tani Tegal Rejo memetik jagung saat memanen jagung bersama di kawasan Mugirejo, Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (18/12/2024). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Adapun gula, dinilai sebagai komoditas yang tahun depan tak tercukupi bila tak ada impor. Produksi dan kebutuhan gula tak memungkinkan untuk tak impor.
Hasil pantauan Andreas, produksi gula dalam negeri hanya sekitar 2,2 sampai 2,3 juta ton per tahun. Padahal konsumsi terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk, kebutuhannya mencapai 3 sampai 3,1 juta ton setiap tahun.
Kebutuhan konsumsi tersebut tak sejalan dengan kondisi industri gula dalam negeri yang juga tak baik-baik saja: lahan pertanian tebu menyempit, industri atau penggilingan sudah tua. kumparan sebelumnya sudah pernah mengulas mengenai industri gula dalam liputan bertajuk Problematika Industri Gula RI: Setengah Abad Impor hingga Mimpi Swasembada.
Produksi gula tak selaras dengan kebutuhan. Ada gap sekitar 800 - 900 ribu ton yang perlu ditutup dengan impor. “Jadi untuk gula tidak mungkin kita mencapai swasembada gula konsumsi tahun 2025,” ungkap Andreas.
Khudori juga menyampaikan data serupa, bahwa perkiraan stok gula di akhir tahun 2024 dan menjadi modal stok awal tahun 2025 hanya sekitar 1,47 juta ton. Bila stok tersebut dibagi dengan kebutuhan gula bulanan sebesar 230 ribu sampai 235 ribu ton per bulan, maka hanya akan bertahan 5 sampai 6 bulan.
Sisa stok 2024 tersebut bisa bertahan hingga Mei, atau paling lama pertengahan Juni. Musim panen dan giling tebu mulai Mei. Tapi tebu yang digiling dan menjadi gula konsumsi dan beredar ke pasar membutuhkan waktu setengah sampai satu bulan.
Ilustrasi kebun tebu. Foto: Shutterstock
Masa kritis stok gula diasumsikan terjadi sebelum proses penggilingan. Dan situasi tersebut harus diantisipasi karena bulan-bulan sebelumnya juga diperkirakan permintaan atau kebutuhan gula akan meningkat, yakni di bulan puasa.
“Ada titik kritis di masa transisi antara stok yang hampir habis dengan [awal] musim giling tebu. Kalau itu tidak diantisipasi, kalau misalnya nanti Ramadan [Maret] ada permintaan yang tinggi, bisa jadi stok hanya cukup sampai Mei, Juni sudah enggak ada stok,” jelas Khudori.
Bila tak diantisipasi, masa titik transisi tersebut bisa memicu kelangkaan gula. Harga akan meningkat. “Kalau mau aman, ya, butuh tambahan impor [gula] untuk 1-2 bulan, mungkin 450 ribu sampai 500 ribu ton,” tambah Khudori.
Seperti gula, sejumlah pihak lebih pesimis untuk tak impor garam. KRKP menyebut Indonesia terlanjur tergantung dengan impor. Sementara dalam 10 tahun terakhir produksi domestik tak meningkat.
“Kaya mimpi siang bolong tahun depan mau stop impor garam, gitu. Wong di produksinya kita nggak ngurusin apa-apa kok, nggak ada instrumen strategi yang kuat gitu,” imbuh Ayip.
Petani garam membawa hasil panen garam di wilayah Kabupaten Indramayu. Foto: Dok. kumparan

Klaim dan Optimisme Pemerintah

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi sangat optimistis keputusan pemerintah untuk tak impor beberapa komoditas akan tercapai pada tahun 2025. Ia menilai ini sebagai kerja keras bersama semua lembaga untuk mewujudkan swasembada pangan.
Tak hanya berambisi memenuhi kebutuhan pangan nasional tanpa impor, Bapanas dan sejumlah kementerian dan lembaga teknis lain menggenjot produksi untuk cadangan melimpah.
Pada proyeksi neraca untuk komoditas beras, Bapanas mencatat bahwa sisa stok beras tahun 2024 mencapai 8,3 juta ton lalu ditambah dengan perkiraan produksi tahun 2025 sekitar 32,2 juta ton. Total ketersediaan beras yang diproyeksikan Bapanas pada tahun 2025 mencapai 41 juta ton. Stok tersebut lebih dari cukup untuk menutupi kebutuhan tahunan sebanyak 30 juta ton. Sisanya, akan menjadi cadangan pangan dan jadi stok untuk tahun berikutnya.
“Tahun 2025, targetnya 32 juta ton, ya. Kebutuhan kita, kan, sekitar 30 juta ton. Nah, kalau juga surplus atau positifnya itu lebih dari 2 juta, ya buat apa kita impor?” ujar Arief kepada kumparan, Jumat (27/12).
Guna memenuhi cadangan beras yang tahun ini berpotensi panen besar tanpa El Nino, Bapanas dan Kementerian Pertanian aktif menyalurkan bantuan kepada petani: dari perbaikan irigasi hingga penyediaan pupuk.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi lihat mesin rice to rice Bulog. Foto: Dok Bulog
Komitmen pemerintah mewujudkan swasembada pangan sesegera mungkin, lanjut Arief, nampak dalam peningkatan anggaran untuk ketahanan pangan yang meningkat dari Rp 139 triliun ke Rp 144.6 triliun.
Dana besar tersebut untuk menopang dan mewujudkan arah kebijakan ketahanan pangan nasional, yang meliputi: intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian; peningkatan ketersediaan dan akses sarpras pertanian (pupuk, benih, dan pestisida); penguatan infrastruktur (bendungan dan irigasi); perbaikan rantai distribusi; penguatan cadangan pangan nasional dan lumbung pangan; pembiayaan dan perlindungan usaha tani; hingga penguatan program perikanan.
Dana ketahanan pangan tersebut disalurkan melalui kementerian dan lembaga terkait.
“Bukan cuma perintah [optimistis], petaninya optimis … Semua kita harus kerja sama,” imbuh Arief.
Arief menegaskan, pihaknya dan semua lembaga terkait terus bekerja untuk produksi pangan dalam negeri. Ia bahkan mengklaim tak hanya empat komoditas di atas yang berhenti impor. Pemerintah juga sudah tak impor telur, bawang merah, dan cabai fresh, produksi domestik sudah mampu memenuhi kebutuhan konsumsi.
“Semuanya bergerak [bekerja]. Semuanya mencoba yang terbaik untuk swasembada pangan,” pungkas Arief.
Ilustrasi: Adi Prabowo/kumparan
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten