Suku Bunga BI Naik, Asosiasi Fintech Pede Kredit di Pinjol Tumbuh 50 Persen

22 September 2022 19:20 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Fintech. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Fintech. Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7 Day Repo Rate sebesar 4,25 persen. Pada kondisi ini, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) optimistis pertumbuhan kredit melalui fintech peer to peer lending atau pinjaman online (pinjol) tahun ini pertumbuhannya bisa tembus di atas 50 persen.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah mengatakan industri pinjol cukup potensial. Dia membandingkan ketika 2020 lalu pertumbuhan kredit nasional terkontraksi, pinjol mencatatkan pertumbuhan 25 persen.
Kemudian pada tahun 2021 ketika pertumbuhan kredit nasional mencapai 7 persen, pinjol tumbuh 112 persen. Dia optimis tren positif tersebut tetap berlanjut hingga tahun 2022 ini.
"Kami yakin juga 2022 ini akhir tahun, kalau pertumbuhan kredit nasional diestimasi sekitar 10 persen, kami masih bisa membukukan lebih dari 50 persen," ujar Kuseryansyah dalam webinar yang digelar AFPI, Kamis (22/9).
Saat ini, terdapat sebanyak 102 penyelenggara fintech pendanaan bersama atau pinjol yang sudah berizin OJK. Sebanyak 51 penyelenggara bergerak di bidang multiguna, 44 produktif, dan 7 penyelenggara fintech syariah. Per Juli 2022, telah tercatat 928 ribu lender atau pemberi pinjaman baik entitas maupun individu, dan 86,36 juta borrower atau peminjam baik entitas maupun individu.
ADVERTISEMENT
Sementara, dana yang telah tersalurkan hingga periode tersebut sebesar Rp 416,86 triliun. Kuseryansyah mengatakan, Indonesia memiliki potensi besar sehingga industri fintech atau pinjol bisa tumbuh secara eksponensial.
Potensi tersebut, antara lain Indonesia mempunyai 186 juta penduduk di usia produktif, di mana ada 132 juta masyarakat yang belum memiliki akses pinjaman kredit perbankan. Di samping itu juga terdapat 46,6 juta UMKM yang tidak memiliki akses kredit perbankan.
Dia menjelaskan, bahwa berdasarkan data dari Bank Dunia kebutuhan pendanaan UMKM Indonesia sebesar Rp 2.650 triliun per tahun. Sementara, kapasitas penyaluran dana baik dari perbankan, multi finance hingga modal ventura, hanya mampu menyuplai Rp 1.000 triliun, atau ada gap Rp 1.650 triliun.
Saat ini, pihaknya tengah mendalami lebih lanjut kebutuhan pendanaan UMKM tersebut dan menghitung berapa besar gap yang belum terfasilitasi. Sehingga gap tersebut, ujarnya, bisa dimanfaatkan oleh industri fintech untuk menyalurkan pendanaan.
ADVERTISEMENT
"Ini lah yang menyebabkan industri ini tumbuh subur, karena demand tinggi. Tahun lalu kita juga baru mengisi sekitar Rp 155 triliun, jadi kurang dari 10 persen dari kredit gap," pungkasnya.