Suku Bunga KPR Tinggi Bikin Masyarakat Ogah Beli Rumah

5 Oktober 2021 14:13 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi rumah dengan KPR bersubsidi. Foto: Dok. Kementrian PUPR
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi rumah dengan KPR bersubsidi. Foto: Dok. Kementrian PUPR
ADVERTISEMENT
Tingginya suku bunga KPR masih menjadi ganjalan bagi masyarakat untuk membeli rumah. Hal ini terlihat dari menurunnya Property Sentimen Indeks pada kuartal II 2021 menjadi 54 dari 57 pada kuartal sebelumnya.
ADVERTISEMENT
“Property Sentimen Index kuartal II 2021 turun sebesar 3 poin dibandingkan periode sebelumnya. Suku bunga tinggi dan sulitnya mendapatkan hunian yang sesuai budget mereka menjadi penyebab turunnya indeks tersebut dibandingkan kuartal I 2021,” ujar Country Manager Rumah.com Marine Novita dalam Webinar Tren Hunian Pascapandemi: Temuan Consumen Sentiment Study dan Langkah Industri Properti, Selasa (5/10).
Marine menyayangkan bunga KRR masih cenderung tinggi ketika suku bunga acuan Bank Indonesia sudah berada di titik terendah yaitu 3,5 persen. Menurut Marine hal ini disebabkan karena pelaksanaan penetapan suku bunga KPR dibebaskan pada masing-masing bank.
Akibatnya, meski bunga acuan rendah, bunga KPR masih tinggi. “Jadi dari sisi konsumen 60 persen merasa suku bunga KPR terlalu tinggi dan 88 persen berharap pemerintah menurunkan suku bunga KPR,” ujarnya.
Ilustrasi KPR. Foto: Pixabay
Di sisi lain, pemerintah memang telah memberikan beberapa insentif misalnya berupa diskon PPN hingga 100 persen dan program DP Nol persen. Marine mengakui bahwa dua insentif tersebut disambut baik oleh konsumen.
ADVERTISEMENT
Hal ini terlihat dari minat pembelian properti yang mulai naik di kuartal II 2021. Namun Marine menegaskan, diskon PPN dan DP Nol persen saja tidak cukup. Konsumen masih meminta suku bunga KPR juga ikut turun sehingga meringankan besaran cicilan tiap bulannya.
“Program uang muka nol persen disambut baik konsumen tapi masyarakat masih berharap lebih. Masyarakat berharap pemerintah bisa mendorong bank untuk menurunkan m suku bunga KPR, karena pelaksanaannya dibebaskan ke bank masing-masing,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Juda Agung pun menyatakan pihaknya menyayangkan lambatnya respons bank terhadap kebijakan BI.
“Inilah yang sebenarnya kita tidak inginkan. Bagi BI kita inginkan kalau BI itu turunkan suku bunga harusnya responsnya (perbankan) juga sama. Kita harap bank respons dengan cepat,” ujar Juda dalam diskusi virtual, Senin (22/2).
ADVERTISEMENT
Seharusnya menurut Juda, begitu BI mengumumkan suku bunga acuan terbaru, pihak perbankan juga bisa langsung menyesuaikan. Namun kenyataannya bunga kredit masih tinggi.
Juda mengeluhkan bahwa sikap yang tidak responsif ini sudah berulang kali dilakukan perbankan. Artinya setiap kali BI menurunkan suku bunga acuan, bank tidak segera menurunkan suku bunga kredit. Sebaliknya bank justru dengan cepat menurunkan bunga deposito.
“Selalu seperti itu mereka. Seperti saat ini BI 7DRR turun, bunga deposito cepat turunnya,” ujarnya.
Petugas pemasaran perumahan menyerahkan dokumen Kredit Pemilikan Rumah (KPR) kepada pembeli di Perumahan Taman Harapan, Tajur Halang, Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/2/2021). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Sementara itu fakta lain mengungkapkan, sejak Juni 2020 lalu perbankan justru sudah menurunkan bunga deposito sebanyak 225 basis poin. Hampir sama dengan turunnya suku bunga acuan.
Tapi di sisi lain bunga kredit tetap saja masih tinggi. Juda pun menduga perbankan justru memanfaatkan situasi saat ini. Sebab dengan bunga deposito rendah namun bunga kredit tinggi artinya perbankan mendapat keuntungan
ADVERTISEMENT
“Tapi bunga kredit masih sangat rigid. Ini juga kalau data jangka panjang ini keliatan spread-nya sangat meningkat. Ini justru mengalami pelebaran. Artinya bank-bank mencoba mendapatkan keuntungan yang lebih di saat seperti ini,” ujarnya.