Sulitnya Sarjana Cari Kerja: Lulusan Banyak tapi Loker Terbatas

27 Desember 2022 7:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah pencari kerja menunggu dibukanya Jakarta Job Fair di Gajah Mada Plaza, Jakarta Pusat, Senin (7/11/2022).  Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pencari kerja menunggu dibukanya Jakarta Job Fair di Gajah Mada Plaza, Jakarta Pusat, Senin (7/11/2022). Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lowongan kerja kian terbatas. Sedangkan jumlah pencari kerja termasuk lulusan sarjana makin bertambah tiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Nizam mengatakan terdapat 1,4 juta lulusan sarjana hingga diploma 3 setiap tahunnya. Jumlah tersebut tidak sebanding dengan dengan jumlah lowongan pekerjaan yang tersedia.
Berikut fakta-fakta penyebab lulusan sarjana menganggur:

Kemnaker: Informasi Lowongan Belum Merata

Kepala Biro Humas Kemnaker, Chairul Fadhly Harahap, mengungkapkan penyebab pengangguran dengan tingkat sarjana masih terjadi. Salah satunya yaitu belum merata informasi lowongan kerja.
"Serta adanya masalah missmatch, di mana kompetensi yang dimiliki lulusan belum sesuai dengan kebutuhan pasar kerja," kata Chairul saat dihubungi kumparan, Senin (26/12).
Di samping itu, bila dilihat dari latar pendidikan, kata Chairul, lulusan sarjana menempati posisi kedua. Lulusan pendidikan paling banyak menganggur adalah tamatan SMK dan SMA.
"Terbanyak dari SMK dan SMA. Nomor dua lulusan sarjana. Paling sedikit nganggur lulusan SMP dan SD," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Kemnaker mengamati kondisi pengangguran di setiap daerah provinsi berbeda-beda. Selain itu, kata Chairul, pihaknya masih mendata lowongan kerja yang diumumkan melalui akses digital, baik berupa job portal maupun media sosial.
"Saat ini masih banyak perusahaan atau pemberi kerja yang melakukan rekrutmen tertutup. Jika dilihat dari Karirhub, peluang kerja saat ini mencapai 26,99 persen," ujarnya.

Jumlah Loker Hanya 141 Ribu

Dengan jumlah sekitar 1,4 juta lulusan sarjana per tahun, ternyata total lowongan pekerjaan yang tercatat di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) hanya 10 persen dari jumlah itu.
Pada halaman depan situs Karirhub Kemenaker yang dilihat kumparan pada Senin (26/12) sore, menunjukkan bahwa hanya tersedia sebanyak 141.866 total lowongan pekerjaan.
Dari segi pendidikan, jumlah kebutuhan tenaga kerja tertinggi berasal dari pendidikan sarjana sebanyak 5.257 pekerjaan. Selanjutnya, kebutuhan tenaga kerja dari pendidikan diploma sebanyak 4.697 pekerjaan dan SMK sebanyak 4.388 pekerjaan.
ADVERTISEMENT

Alasan Sarjana Nganggur: Lowongan Tak Sesuai Kemampuan

Suasana Job Fair Indonesia Career Expo Jakarta 2019 di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (16/10/2019). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Salah satu lulusan dari IPB University, bernama Anisa Septi Anandini telah menganggur selama tiga bulan setelah lulus. Dalam proses lamaran kerja, Anisa menemui hambatan yakni kemampuan yang dibutuhkan di lowongan pekerjaan tidak sesuai dengan standar kompetensi saat ia lulus.
"Sulitnya itu ketika mencari loker yang jobdesk-nya sesuai kemampuan aku. Kadang-kadang masih kurang percaya diri juga, jadi tidak banyak yang diambil lokernya," tambah Anisa.
Hal serupa juga dialami oleh lulusan dari kampus yang sama, bernama Vicky Andreas Siahaan. Vicky telah menganggur selama 4 bulan dan melamar lebih dari 10 lowongan kerja.
"Sejauh ini lowongan yang sesuai jurusan agak sulit apply, belum ada panggilan. Sekarang berpikir untuk daftar lowongan yang keluar dari jurusan, yang umum seperti perbankan," keluh Vicky.
ADVERTISEMENT
Pakar kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, mengungkapkan beberapa penyebab banyak lulusan sarjana menganggur. Alasan pertama, yaitu kebijakan pemerintah yang inkonsisten dalam menciptakan sistem pendidikan. Pemerintah inkonsisten dalam proses pembelajaran maupun praktik di lapangan.
Alasan kedua, banyak prodi universitas yang tidak dibutuhkan lagi. Banyak prodi yang sudah tidak bisa mengikuti era digitalisasi, sebaiknya tidak boleh beroperasional.
"Alasan ketiga, banyak lulusan swasta yang pemerintah ini kurang memberikan pembinaan. Banyak sekali PTS (perguruan tinggi swasta) yang hanya sekadar mencari cuan, sehingga mengabaikan kualitas pendidikan itu sendiri," ungkap Trubus.