Sultan HB X soal PHK BUMN PT Primissima: Hidup Segan Mati Tak Mau

9 Juli 2024 16:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X (Sultan HB X) di Kepatihan Pemda DIY, Jumat (19/5). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X (Sultan HB X) di Kepatihan Pemda DIY, Jumat (19/5). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X (Sultan HB X) angkat bicara soal kondisi pabrik tekstil milik BUMN PT Primissima (Persero). Menurutnya perusahaan tersebut seperti hidup segan mati tak mau.
ADVERTISEMENT
"Ya PT Primissima itu sepertinya hidup segan mati tak mau. Dari dulu kok nggak pernah selesai. Mestinya tidak merugikan karyawan, tapi memang dari awal nggak tahu kenapa tidak diselesaikan," kata Sultan, Selasa (9/7).
Sultan mengaku prihatin dengan kondisi perusahan itu. "Jangan sampai karyawan itu dirugikan. Ya memang sudah berapa tahun kan hidup segan mati tak mau. Ya kita ikut prihatin juga," bebernya.
Akan tetapi, pihaknya juga tak berani lagi menawar PT Primissima untuk menjadi BUMD seperti tujuh atau delapan tahun yang lalu.
"Kita tidak berani untuk nawar lagi menjadi bagian dari BUMD seperti mungkin 7-8 tahun yang lalu. Karena dengan begini nanti diambil alih juga saya pusing juga," pungkasnya.

Karyawan di-PHK Hingga Dirumahkan

Ilustrasi Karyawan Tekstil Foto: zakir1346/Shutterstock
Sebelumnya, pabrik tekstil BUMN PT Primissima di Kabupaten Sleman merumahkan hingga mem-PHK pekerjanya. Kabar dibenarkan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sleman (Disnaker Sleman), Sutiasih.
ADVERTISEMENT
"Yang PHK 15 (orang), kalau yang lain masih berharap perusahaan itu bisa beroperasional lagi, ini yang dirumahkan belum putusan hubungan kerja. Status masih ada hubungan kerja," kata Sutiasih ditemui di kantornya, Selasa (9/7).
Kasus ini sempat viral di media sosial setelah salah seorang karyawan bercerita nasibnya yang terombang-ambing karena dirumahkan pabrik tersebut.
"Kasusnya PT Primissima itu sudah kami tangani, mediasi ya. Pertama konsultasi-konsultasi, bipartit sampai ke mediasi dan berakhir ada kesepakatan tapi ternyata belum bisa dipenuhi oleh PT Primissima, sehingga mereka (pekerja) masih menuntut haknya untuk dipenuhi tapi belum bisa karena belum ada dana," jelas Sutiasih.
Lanjutnya, saat ini kewenangan sudah diambil alih oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
"Itu tinggal menunggu dari sana, manajemen sini bingung juga mau diajak bipartit juga belum siap. Intinya itu, kewenangan kami sudah kami laksanakan bersama pengawas. Kemarin kan rapat bersama pengawas ada perwakilan," bebernya.
ADVERTISEMENT

Profil PT Primissima

Berdasarkan laman resmi perusahaan, PT Primissima didirikan sebagai perusahaan patungan antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1969 dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 1969.
Penyertaan Pemerintah RI berupa mesin-mesin pemintalan dan pertenunan serta perlengkapannya yang merupakan grant dari Pemerintah Belanda.
Grant tersebut berasal dari para pengusaha tekstil Belanda yang ditujukan kepada GKBI untuk melestarikan produksi mori berkualitas tinggi (Primissima cap “Cent”), sedangkan penyertaan dari GKBI berupa tanah, bangunan pabrik, biaya pemasangan dan modal kerja.
Pendirian PT Primissima dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 1970 dan direalisasikan dengan Akte Nomor 31 tanggal 22 Juni 1971 dihadapan Notaris Raden Soerojo Wongsowidjojo.
ADVERTISEMENT