Surat Utang Korporasi Didominasi BUMN, Capai Rp 86,5 T di 2019

20 Desember 2019 13:44 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers PEFINDO soal perkembangan surat utang korporasi di Indonesia. Foto: Moh Fajri/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers PEFINDO soal perkembangan surat utang korporasi di Indonesia. Foto: Moh Fajri/kumparan
ADVERTISEMENT
Penerbitan surat utang korporasi didominasi oleh BUMN. Kepala Divisi Pemeringkatan Jasa Keuangan PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Hendro Utomo menyebut utang baru BUMN melalui penerbitan surat utang korporasi di tahun ini mencapai Rp 86,5 triliun.
ADVERTISEMENT
“Penerbitan baru surat utang korporasi oleh perusahaan BUMN dan grup, yaitu anak cucu BUMN, itu mencapai Rp 86,5 triliun. Dibandingkan akhir tahun 2018, itu mengalami peningkatan sekitar 44,6 persen,” kata Hendro di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (20/12).
Penerbitan surat utang BUMN itu lebih tinggi dibandingkan swasta, yang hanya Rp 52,4 triliun. Hendro menuturkan, kondisi tersebut berbanding terbalik dengan tahun lalu, di mana utang korporasi didominasi swasta.
“Ini berbalik, karena di tahun 2018 justru swasta lebih besar, yaitu Rp 72,7 triliun, dibandingkan penerbitan BUMN sekitar Rp 59,8 triliun,” ujar Hendro.
Ilustrasi uang rupiah Foto: Maciej Matlak/Shutterstock
Adapun perbankan masih menjadi investor terbesar dalam pembelian surat utang korporasi tersebut. Disusul oleh asuransi, reksa dana, dan dana pensiun.
ADVERTISEMENT
“Bank itu menguasai sekitar hampir 19,9 persen dari obligasi korporasi, asuransi ada 16,9 persen, reksa dana 31,6 persen, dana pensiun 11,8 persen. Sisanya adalah investor lain, seperti BPJS dan investor asing,” ungkap Hendro.
Sedangkan porsi asing hanya 7,3 persen dari total obligasi korporasi di Indonesia. Hal ini berbeda dengan porsi kepemilikan saham maupun Surat Utang Negara (SUN) yang masih didominasi asing.
“Kalau saham, obligasi negara, porsi kepemilikan asing itu cukup signifikan, sekitar 50,5 persen untuk saham, untuk obligasi negara sekitar 38,6 persen,” terang Hendro.
Hendro merasa kondisi tersebut merupakan sebuah tantangan yang harus dimaksimalkan. Menurutnya, masih ada potensi untuk menarik investor asing di obligasi korporasi menjadi lebih aktif terutama dari sisi likuiditas.
ADVERTISEMENT
“Sebenarnya masih banyak peluang yang bisa dicari oleh emiten penerbit obligasi korporasi untuk menarik minat investor asing untuk berinvestasi di obligasi korporasi di Indonesia,” tutur Hendro.